Bank kecil terancam kesulitan modal



JAKARTA. Keputusan Bank Indonesia (BI) menghentikan proses akuisisi Bank Ina Perdana akan berdampak besar ke bank itu. Bank yang nyaris dimiliki Affin Holdings, investor asal Malaysia, itu hanya menargetkan pertumbuhan kredit tahun depan 10%. Angka ini jauh di bawah rata-rata proyeksi industri yang tumbuh sebesar 22% hingga 24%.

Bank Ina tak berani memasang target terlalu tinggi karena terbentur masalah permodalan. Per September 2011, rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) bank ini sebesar 17,78% memang masih di atas ketentuan CAR minimal yang ditetapkan BI sebesar 8%. Tapi, tanpa tambahan modal, rasio tersebut pasti menyusut ketika bank ini terlalu ekspansif.

Edy Kuntardjo, Direktur Utama Bank Ina Perdana, mengatakan, jika tak ada suntikan modal baru dan bisnis bank tumbuh 10%, CAR akan tergerus menjadi 14,5%.


Saat ini, pemilik mayoritas Bank Ina adalah PT Kharimas Prima Karya sebesar 99% sedangkan 1% dimiliki Oki Widjaja. "Investor baru itu bakal menjadi mitra strategis untuk berkembang," katanya kepada KONTAN, kemarin (20/12).

Kehadiran pemilik baru bisa memacu pertumbuhan bank lebih cepat. Maklum, bank butuh modal besar untuk ekspansi jaringan dan investasi sistem teknologi informasi. "Pembatalan akuisisi sebenarnya tidak terlalu bermasalah karena bank tetap bisa tumbuh. Tapi pertumbuhannya tidak cepat," kata Edy.

Sekadar informasi, proses akuisisi Affin terhadap Bank Ina Perdana sudah bergulir cukup jauh. Kedua pihak sudah menyepakati harga dan rencana pengembangan bisnis ke depan. Mereka juga sudah mengurus dokumen dan menghadap ke bank sentral. Tapi pada Agustus 2011, BI menghentikan proses izin dengan alasan menunggu terbitnya beleid kepemilikan bank.

Bukan cuma Ina yang gagal mendapatkan pemilik baru. Bank Mestika Dharma juga kehilangan RHB Capital asal Malaysia sebagai investor baru. Sedangkan Bank Maspion batal dibeli China Construction Bank Corp. Divestasi saham Bank Muamalat dan Bank Mutiara juga terganjal.

Nasib bank menengah

PT Bank Victoria Internasional Tbk juga butuh suntikan modal besar untuk tumbuh di tahun depan. Salah satu strateginya adalah menerbitkan obligasi subordinasi senilai Rp 500 miliar.

Andrew Haswin, Pjs Direktur Utama Bank Victoria, mengatakan dana hasil penerbitan surat utang bakal digunakan untuk pengembangan teknologi dan perluasan jaringan kantor. Selain itu, untuk mempertahankan CAR di level 16%. "Kami akan menerbitkannya pada bulan Mei," katanya. Posisi CAR babnk ini 16% per September 2011, meningkat dari level 14% pada periode sama tahun lalu.

Soal penambahan modal dengan mencari investor baru, Andrew menganggap informasi itu hanya rumor. Dia juga membantah tengah jadi obyek uji tuntas atau due diligence oleh Bank Mandiri. "Ada investor dari Asia dan Timur Tengah yang sangat tertarik, tapi kami masih sanggup berkembang tanpa investor baru," kata dia. Sebelumnya, Direktur Keuangan Bank Mandiri Pahala N Mansyuri juga membantah kabar ketertarikan Bank Mandiri atas Victoria.

Daroel Abubakar, mantan direktur utama Bank Victoria, menuturkan, kabar ini sudah pernah ditanyakan ke pemegang saham pengendali. “Mereka bilang tidak punya niat menjual saham,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini