JAKARTA. Kebijakan Bank Indonesia (BI) menaikkan BI rate menjadi 6,75% membawa masalah bagi bank yang memiliki rasio kredit terhadap simpanan atau loan to deposit Ratio (LDR) tinggi. Mirza Adityaswara, Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memprediksi, bank ber-LDR tinggi akan lebih dulu menaikkan suku bunga kredit ketimbang bank yang memiliki LDR rendah. Mirza menjelaskan, yang cenderung menaikkan bunga kredit adalah bank dengan LDR di atas 85%. Hal ini sebagai kompensasi kenaikan biaya dana (cost of fund). "Bank-bank yang LDR-nya di atas 85% mempunyai kebutuhan funding lebih dibandingkan bank bank yang LDR-nya di bawah angka itu," ujarnya kepada KONTAN, Senin (7/2). Catatan saja, bank dengan LDR tinggi harus mencari dana segar untuk menyusutkan rasio tersebut ke angka ideal yakni 78%. Jika likuiditas seret, sementara bank agresif menyalurkan kredit, LDR bisa naik hingga di atas 100% alias melampaui batas atas BI. Artinya, bank terancam kena penalti berupa tambahan setoran Giro Wajib Minimum (GWM). Nilainya 0,1% untuk setiap 1% kelebihan LDR. Kebijakan ini mulai berlaku 1 Maret mendatang.
Direktur Utama Bank Pembangunan Daerah (BPD) Bali Wayan Sudjana mengatakan bunga kredit banknya bisa naik 0,5-1% akibat kenaikan BI rate ini. LDR BPD Bali saat ini 93%. "Arahnya akan naik karena mengerek cost of fund," ujarnya. Evi Firmansyah, Wakil Direktur Utama Bank Tabungan Negara (BTN) berpendapat berbeda. Menurut dia, LDR tinggi tidak selalu mendorong bank menaikkan bunga kredit. Tahun lalu, BTN memiliki LDR sebesar 112%. Menurut Evi, perbankan masih bisa memanfaatkan pencarian dana lewat pasar modal untuk memenuhi kebutuhan likuiditas. Pada awal tahun ini BTN menerbitkan obligasi Rp 1,65 triliun berjangka waktu 10 tahun. Genjot dana murah