Bank lebih sayang listrik dibandingkan tambang



JAKARTA. Tahun ini, selera perbankan terhadap kelistrikan semakin membesar. Permintaan tinggi dan risiko rendah menjadi daya tarik utama kredit di sektor listrik.

Tengok saja PT Bank Mandiri Tbk yang telah menyalurkan kredit kelistrikan sebesar Rp 25,5 triliun atau 3,6% dari total kredit di tahun 2016. Penyaluran kredit di sektor listrik terdorong oleh proyek pembangkit 35.000 megawatt milik pemerintah.

Menurut Dikdik Yustandi, Vice President Korporasi Bank Mandiri, tahun ini pihaknya menargetkan penyaluran kredit di sektor listrik bisa tumbuh sebesar 18% secara tahunan (year on year/yoy). Penopangnya, besarnya kebutuhan investasi di sektor kelistrikan oleh PT Perusahaan listrik Negara (PLN) maupun pembangkit listrik swasta.


Agar bisa memenuhi permintaan kredit nan tinggi, Bank Mandiri meminta regulator merelaksasi aturan batas maksimal pemberikan kredit (BMPK). Informasi saja, saat ini BMPK khusus BUMN seperti PLN dibatasi maksimal sebesar 30% dari modal bank.

Pertumbuhan tinggi juga dialami PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI). Sebelumnya, Direktur Kelembagaan dan Badan Usaha Milik Negara BRI Kuswiyoto mengatakan hingga akhir 2016, kredit kelistrikan BRI telah berjumlah Rp 40 triliun dengan penerima PLN.

Sebaliknya, selera bankir terhadap sektor komoditas dan pertambangan masih minim. Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, para bankir masih menjauhi sektor komoditas.

Alasan bankir, masih menunggu pergerakan harga dan potensi risiko dari penyaluran kredit sektor komoditas.

Glen Glenardi, Direktur Bank Bukopin mengatakan pada tahun ini Bukopin belum akan menambah eksposur ke kredit komoditas. Kami masih fokus dengan portofolio tambang dan komoditas yang ada terlebih dahulu, ujar Glen kepada KONTAN, Selasa (24/1).

Jan Hendra, Sekretaris Perusahaan Bank Central Asia (BCA) bilang, sampai saat ini kredit di sektor tambang dan komoditas masih berstatus sebagai bisnis pendukung. BCA masih belum berencana menambah porsi kredit di sektor itu.

Agak berbeda dengan dua bank tersebut, Herry Sidharta, Direktur Bisnis Banking I Bank Negara Indonesia (BNI) mengatakan, pada 2017 ini kredit terkait komoditas bisa tumbuh sebesar 15% sampai 20% secara tahunan. Komoditas ini semisal timah, sawit dan karet, ujar Herry.

Gambaran saja, secara industri, penyaluran kredit terkait pertambangan dan komoditas masih mencatatkan penurunan. Ekonom Standard Chartered Bank Aldian Taloputra mengatakan, pada tahun ini diperkirakan akan ada kenaikan harga dari beberapa komoditas seperti batubara, sawit, dan beberapa komoditas lainnya.

"Namun bankir diperkirakan masih akan fokus melihat potensi risiko dan prospek harga komoditas ke depan," ujar Aldian.

Catatan saja, tahun lalu, kredit bermasalah (NPL) di sektor komoditas tambang naik tinggi. NPL komoditas dan tambang merupakan sisa dari tahun 2015.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto