Bank Mandiri cari alternatif pendanaan



JAKARTA. Panitia Kerja Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat menolak rencana penyertaan modal negara (PMN) kepada PT Bank Mandiri Tbk. Semula, pemerintah berniat menyuntikkan tambahan modal ke Bank Mandiri senilai Rp 5,6 triliun lewat skema penerbitan saham baru (rights issue) senilai total Rp 9,3 triliun.

Tanpa tambahan, ekspansi kredit Bank Mandiri, terutama ke infrastruktur bakal terhambat. Tak hanya itu, upaya bank ini memperbesar modal juga bakal tertatih.

Toh begitu, Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri Rohan Hafas masih optimistis, Bank Mandiri bisa memenuhi target modal yang hingga akhir tahun 2015 dipatok sebesar Rp 100 triliun. Sampai November 2014, ekuitas Mandiri  sudah sebesar Rp 98,69 triliun.


Ada beberapa cara yang disiapkan Bank Mandiri agar modal menembus Rp 100 triliun. Antara lain, dividen yang ditahan. "Rasio payout dividen yang diturunkan sehingga modal bisa naik menjadi Rp 100 triliun," ungkap Rohan, Kamis (5/2).

Dus, Rohan pun yakin, target pertumbuhan penyaluran kredit tahun 2015 sebesar 17% masih bisa tercapai.

Hanya saja, Bank Mandiri tetap butuh tambahan suntikan pendanaan dari  pemerintah untuk lebih ekspansif. "Dan itu harus mulai disusun dari sekarang," imbuh Rohan, Kamis (5/2).

Asal tahu saja, pemenuhan modal ini penting agar Bank Mandiri memenuhi Qualified Asean Bank (QAB) sehingga bisa bertarung di kawasan Asean. Syarat QAB, bank harus memiliki rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) minimal 17,5% di tahun 2019. Hingga September 2014, CAR Bank Mandiri berada di level 16,47%.

Hitungan Bank Mandiri, jika tidak ada tambahan modal dari right issue sebesar Rp 9,3 triliun pada tahun 2015, maka modal menjadi sekitar 16,22% pada tahun 2019, atau di bawah syarat QAB.

Selain Bank Mandiri, pemerintah juga menyiapkan Bank Rakyat Indonesia (BRI) sebagai QAB. Menurut rencana Kementerian BUMN, pemerintah akan menyuntik dana lewat PMN pada 2016.

Budi Satria, Sekretaris Perusahaan BRI bilang, Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan perlu memperjuangkan perbankan Indonesia di Asean tanpa harus terbebani kendala modal. Sebab "Perbankan Asean lain sudah lebih dulu besar dan berkembang," ujar dia. Padahal, potensi bisnis perbankan terbesar di Asean ada di Indonesia.            

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia