JAKARTA. Perbankan masih tebang pilih dalam menggelontorkan kredit ke sektor riil. Mengutip hasil survei perbankan paling mutakhir yang digelar Bank Indonesia (BI), bank-bank di Tanah Air masih menghindari penyaluran kredit ke sektor industri pengolahan, tekstil, garmen, dan properti. Dalam survei itu, bankir mengungkapkan sejumlah alasan menghindari sektor tersebut. Pertama, pemberlakuan perjanjian perdagangan bebas antara ASEAN dengan China atau Asean China Free Trade Area (ACFTA) mulai awal tahun ini bakal memperberat daya saing industri tekstil dan garmen. Perbankan khawatir kompetisi langsung dengan China akan memukul industri pengolahan, tekstil dan garmen. "Bank juga menganggap permintaan produk tekstil di pasar internasional masih lemah," tulis BI pada laporan hasil survei tersebut. Kedua, perbankan menilai kondisi ekonomi sejatinya belum sepenuhnya stabil dan pulih. Sehingga mereka memilih sedikit mengerem pembiayaan yang jangka waktunya panjang. "Kredit investasi yang bersifat jangka panjang masih riskan," jelas BI dalam laporan hasil survei.
Bank Masih Hindari Tekstil dan Garmen
JAKARTA. Perbankan masih tebang pilih dalam menggelontorkan kredit ke sektor riil. Mengutip hasil survei perbankan paling mutakhir yang digelar Bank Indonesia (BI), bank-bank di Tanah Air masih menghindari penyaluran kredit ke sektor industri pengolahan, tekstil, garmen, dan properti. Dalam survei itu, bankir mengungkapkan sejumlah alasan menghindari sektor tersebut. Pertama, pemberlakuan perjanjian perdagangan bebas antara ASEAN dengan China atau Asean China Free Trade Area (ACFTA) mulai awal tahun ini bakal memperberat daya saing industri tekstil dan garmen. Perbankan khawatir kompetisi langsung dengan China akan memukul industri pengolahan, tekstil dan garmen. "Bank juga menganggap permintaan produk tekstil di pasar internasional masih lemah," tulis BI pada laporan hasil survei tersebut. Kedua, perbankan menilai kondisi ekonomi sejatinya belum sepenuhnya stabil dan pulih. Sehingga mereka memilih sedikit mengerem pembiayaan yang jangka waktunya panjang. "Kredit investasi yang bersifat jangka panjang masih riskan," jelas BI dalam laporan hasil survei.