JAKARTA. Sejumlah bank milik pemerintah berupaya memoles kinerja dengan menekan rasio kredit bermasalah non performing loan (NPL). Maklum, laba bank bisa tertekan andai rasio kredit macet makin mendaki. Restrukturisasi kredit menjadi salah satu pilihan menggunting NPL. Ini pula yang dilakukan Bank Negara Indonesia (BNI). Manajemen BNI menyatakan, restrukturisasi kredit merupakan upaya agar rasio NPL BNI tidak lebih dari 3% di tahun ini. Hingga Maret 2017, bank berlogo 46 tersebut mencatat rasio kredit bermasalah sebesar 3%, naik 20 basis poin (bps) jika dibandingkan Maret 2016 yang sebesar 2,8%. Kenaikan NPL tersebut mayoritas berasal dari kredit korporasi.
Jika merujuk pada laporan kinerja kuartal I 2017, kredit bermasalah di segmen korporasi naik cukup tinggi, menjadi 2,7% dari kuartal I 2016 sebesar 2,2%. "Upaya restrukturisasi dan recovery terus kami lakukan, khususnya untuk sektor energi dan batubara," terang Wakil Direktur Utama BNI, Herry Sidharta kepada KONTAN, Senin (19/6). Dia menambahkan, BNI akan melakukan restrukturisasi kredit bermasalah sebesar Rp 1,3 triliun sampai akhir tahun ini. Dari laporan keuangan kuartal I 2017, terlihat nilai restrukturisasi kredit BNI naik menjadi Rp 30,73 triliun dari sebelumnya Rp 22,43 triliun. Herry menargetkan, sampai akhir kuartal II ini, rasio NPL BNI bakal terjaga di kisaran 3%.