Bank mengerem kredit ke eksportir



JAKARTA. Stress test alias uji ketahanan yang digelar Bank Indonesia (BI) terhadap perbankan kita, memang menunjukkan hasil positif. Kajian yang dipublikasikan pekan lalu itu mengonfirmasikan, krisis ekonomi Eropa tidak berdampak signifikan terhadap perbankan nasional. Kalaupun terkena imbasnya, permodalan bank kuat menyerap semua risiko yang muncul (Harian Kontan, 11 Juni 2012).

Meski akan baik-baik saja, bank semakin hati-hati menyikapi kondisi. Sejumlah bank kembali menegaskan, bakal mengurangi kredit ke perusahaan berorientasi ekspor. Bukan cuma eksportir ke Eropa, juga produsen yang memiliki pangsa pasar di China dan India.

Jika ekonomi kedua negara itu melambat, negara berkembang seperti Indonesia, bakal terkena dampak. Bank hendak menghindari risiko ini dengan mengurangi kredit korporasi. Hal ini sejalan dengan langkah BI dan pemerintah dalam mitigasi risiko.


Salah satu bank yang mengerem kredit korporasi adalah Bank Mandiri. Direktur Keuangan dan Strategi Bank Mandiri, Pahala Nugraha Mansury mengatakan, pengetatan itu bisa berdampak pada realisasi kredit tahun ini. Pencapaian selama kuartal I-2012 sulit terulang kembali pada semester II-2012.

Pada kuartal I-2012, kredit Bank Mandiri tumbuh 29%. "Kami membidik kenaikan kredit sebesar 22%-24%, mungkin pertumbuhannya akan sekitar itu," kata Pahala, Senin (11/6). Dia tak bersedia menyebutkan sektor usaha yang akan dijauhi dan jumlah pengurangan plafon kredit tiap sektor.

Berdasarkan data BI, penyaluran kredit tambang tumbuh 30% menjadi Rp 85,01 triliun pada Maret 2012. Nilai kredit bermasalah (NPL) naik 54% menjadi Rp 589 miliar. Sedangkan, kredit ke manufaktur tumbuh 27% menjadi Rp 355,77 triliun. NPL naik 9% menjadi Rp 12,28 triliun. Kedua industri ini menjadi ukuran, karena sebagian besar ekspor.

Bank Mandiri juga membatasi kredit valas, kendati likuiditas valas mencapai US$ 1,5 miliar. Perseroan ini meminjam dari luar negeri untuk kecukupan valas hingga beberapa tahun ke depan. "Kami lebih berhati-hati membatasi kredit valas baru, yang sudah komitmen tetap kami salurkan," kata Pahala.

Direktur Korporasi Bank Central Asia (BCA), Dahlia Mansor Ariotedjo, mengatakan, dampak krisis terhadap perbankan semakin terasa jika ekonomi China makin parah. BCA memprediksi, dampak itu terlihat di Juli dan seterusnya. Pengaruh krisis terhadap NPL bakal kelihatan jika pelemahan berjalan selama empat bulan ke depan.

Bank OCBC NISP dan CIMB Niaga pun melakukan hal sama. Keduanya aktif menggelar stress test ke debitur korporasi yang memiliki pasar ekspor.

Pasang alarm tanda krisis di bursa saham

Pemerintah, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) dan Bank Indonesia, menyiapkan benteng penangkal krisis. Bapepam-LK, ambil contoh, memiliki Crisis Management Protocol (CMP). Ini alat deteksi dini gejolak yang terjadi di bursa.

Ketua Bapepam-LK, Nurhaida menjelaskan, ada tahapan dalam CMP, yakni normal, waspada, pra krisis, dan krisis (lihat infografis). Namun, kondisi saat ini masih normal, penurunan tidak lebih dari 5% per hari. "Kalau level waspada, salah satu indeks turun 5%-8% per hari dalam beberapa hari," kata dia.

Di level waspada ini, Bapepam-LK akan berkoordinasi dengan otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI). "Jika indeks turun 10% per hari. baru kami akan suspensi perdagangan, ini bisa dibilang sudah tahap krisis," imbuh Nurhaida.

BI menjaga kestabilan nilai tukar dengan memperbanyak suplai valas. Terakhir, bank sentral mengeluarkan Term Deposit valas. Dengan cara ini, devisa hasil ekspor bisa dimanfaatkan lebih maksimal. n

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: