Bank Muamalat akan terbitkan sukuk Rp 800 miliar



JAKARTA. Penguatan permodalan demi mendukung ekspansi bisnis, menjadi fokus utama perbankan di negeri ini, termasuk Bank Muamalat Indonesia. Bank syariah pertama ini sedang menjajaki penerbitan sukuk subordinasi (subdebt) minimal Rp 800 miliar tahun depan.

Direktur Keuangan dan Operasional Muamalat, Hendiarto mengatakan, penerbitan subdebt tersebut diharapkan bisa mendongkrak rasio kecukupan modal atawa capital adequacy ratio (CAR) sebesar 4%. "Tetapi, penerbitan subdebt bisa saja lebih besar dari Rp 800 miliar. Akan kami sesuaikan dengan kebutuhan permodalan kami. Dan waktu penerbitan yang tepat adalah tahun depan," ujarnya, Kamis (21/7).

Hingga Juni 2011, CAR BMI berada di level 11,57% atau meningkat 1,54% dibandingkan posisi CAR pada Juni 2010 sebesar 10,03%. Penopang kenaikan CAR tersebut salah satunya adalah dana segar sebesar Rp 673 miliar hasil penerbitan saham baru (rights issue) pada Juli 2010.


Penambahan modal tersebut penting karena setiap pembiayaan Rp 1 triliun, CAR BMI tergerus 25 basis poin (bps). "Kami ingin mempertahankan posisi CAR kami, paling rendah di 11%," tambah Hendiarto.

Direktur Utama Bank Muamalat, Arviyan Arifin, mengatakan, pihaknya memutuskan menerbitkan sukuk subordinasi untuk mengoptimalkan penambahan modal tier II (modal penunjang). "Sekarang kami masih memperhitungkan berapa yang akan kami terbitkan karena biaya subdebt ini sangat mahal," ujar Arviyan.

Pada semester pertama tahun ini, Bank Muamalat telah menyalurkan pembiayaan sebesar Rp 19,8 triliun atau tumbuh 55,05% ketimbang periode yang sama tahun sebelumnya Rp 12,77 triliun. Dana pihak ketiga (DPK) sebesar Rp 20,69 triliun atau naik 68,02%.

Pertumbuhan ini berhasil mendongkrak laba kotor BMI menjadi Rp 190 miliar atau tumbuh 132,07%. Manajemen menargetkan pencapaian laba bersih sebesar Rp 400 miliar pada akhir 2011.

Dari sisi pembiayaan, Muamalat bakal tetap fokus menggarap segmen ritel, karena memberikan margin lebih tinggi ketimbang pembiayaan korporasi. Pada Juni lalu, pembiayaan ritel mencapai 43,02% dan korporasi 56,98%.

Akhir 2010, komposisi kredit korporasi mencapai 58% dan ritel 42%. "Dengan pertumbuhan bisnis yang lebih kencang pada semester kedua target tahun ini bisa dicapai," ujar Arviyan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Edy Can