KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Seiring dengan semakin pulihnya kondisi perekonomian nasional, memasuki paruh kedua di tahun 2023, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (
BBRI) kian optimistis pertumbuhan penyaluran kredit bisa capai 12% pada tahun ini. Direktur Manajemen Risiko BRI, Agus Sudiarto, mengungkapkan bahwa perseroan menargetkan pertumbuhan kredit di kisaran 10%-12% pada tahun ini. Dia pun mengungkapkan beberapa faktor pendorong pertumbuhan tersebut.
Pertama, kondisi ekonomi makro Indonesia sejauh ini masih sangat kondusif untuk mendukung pertumbuhan kredit.
Baca Juga: Bank Central Asia (BBCA) optimistis Penyaluran Kredit Tumbuh 12% Pada 2023 “Yang kedua mengenai stimulus dari pemerintah tetap berjalan sehingga akan mendorong bisnis di UMKM juga akan berjalan ke depannya. Kemudian yang lain adalah daya beli. Ini cukup penting untuk pertumbuhan UMKM ke depan sebagai fokus bisnis BRI,” ungkapnya, Selasa (25/7). Dia menambahkan, jika daya beli tumbuh dengan baik akan mendorong permintaan kredit perbankan. Ketiga, mengenai kebijakan suku bunga di mana BI tidak menaikkannya secara agresif. “Kalau suku bunga secara umum kondusif untuk pertumbuhan ekonomi, hal ini juga akan mendorong permintaan kredit di industri perbankan,” katanya.
Di sisi lain, BRI juga terus mencatatkan penurunan jumlah restrukturisasi kredit pasca pandemi. Pada posisi Juni 2023 tinggal sekitar Rp 83,2 triliun atau sekitar 7,64% dari total kredit BRI.
Baca Juga: BCA Terima Pengajuan KPR Baru Rp 19,3 Triliun dalam 6 Bulan "Jadi setiap bulan kami turun antara Rp 3 triliun sampai Rp 5 triliun. Mudah-mudahan sisanya ini kami bisa kelola, sehingga dapat terus menurun hingga rasio Loan at Risk (LAR) BRI bisa kembali dari 15,1% di Juni ini ke single digit. Mungkin akan kami dapat di akhir tahun depan atau tahun 2025,” ujarnya. Kendati demikian untuk memperkuat kondisi yang semakin membaik, pihaknya menerapkan strategi konservatif dengan mengalokasikan dana pencadangan yang lebih dari memadai sebagai salah satu mitigasi risiko. BRI tidak ingin mengabaikan kondisi ekonomi di tataran global yang masih penuh ketidakpastian. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli