Bank sentral AS bersikap dovish, rupiah makin berotot



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Melemahnya mata uang dollar Amerika Serikat (AS) yang melemah sebagai respon rilis  notulensi rapat The Fed edisi Maret membuat pasar melirik aset berisiko seperti rupiah.

Berdasarkan data Bloomberg pada Senin (15/4) rupiah ditutup menguat 0,4% ke level Rp 14.063 per dollar AS dari akhir pekan lalu yang ada di Rp 14.120 per dollar AS. Di kurs tengah Bank Indonesia (BI), rupiah naik 0,6% atau menjadi Rp 14.067 per dollar AS.

Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim menilai dalam notulensi The Fed, terasa hawa dovish yang melekat. Mayoritas peserta rapat memperkirakan proyeksi ekonomi dan risiko ke depan kemungkinan menyebabkan suku bunga acuan tidak berubah sampai akhir tahun. Para peserta rapat juga menyadari berbagai ketidakpastian, termasuk yang menyangkut ekonomi dan pasar keuangan global.


Di sisi lain, Presiden European Central Bank (ECB) Mario Draghi pada pertemuan Dana Moneter Internasional pada Sabtu (13/4) mengatakan prihatin dengan independensi bank sentral, dan terutama dalam yurisdiksi paling penting di dunia Setelah beberapa kali rilis ekonomi Jerman mengalami pelemahan.

Situasi yang berbeda datang dari China, meredanya kekhawatiran terhadap potensi penurunan pertumbuhan ekonomi China setelah data ekspor China tumbuh 14,2% (yoy) di bulan Maret. Selain itu, data industrial Production Index China di bulan Februari hanya turun 0,3% (yoy) atau lebih rendah ketimbang di bulan Januari yang turun hingga 0,7% (yoy).

“Pertumbuhan ekonomi China menstimulus pergerakan rupiah, ditambah data internal yang positif,” kata Ibrahim kepada Kontan.co.id, Senin (15/4).

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai ekspor Maret 2019 mencapai US$ 14,03 miliar, sedangkan nilai impor mencapai US$ 13,49 miliar. Hal ini menyebabkan neraca perdagangan di Maret 2019 mengalami surplus sebesar US$ 540 juta.

Ibrahim meramal untuk perdagangan besok (16/3) mata uang Garuda diprediksi akan menguat dengan rentang pergerakan di level Rp 14.040 –Rp 14.015 per dollar AS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi