Bank Sentral China dan Turki Turunkan Suku Bunga di Tengah Kenaikan Inflasi



KONTAN.CO.ID - BEIJING. Meski sama-sama mengalami tekanan krisis energi dan inflasi, namun kondisi perekonomian global kian beragam. Bank Sentral China dan Turki misalnya, tengah melawan tren kenaikan suku bunga dengan melonggarkan kebijakan di tengah tanda-tanda perlambatan ekonomi, mengutip Bloomberg pada Minggu (21/8).

China sedang berjuang melawan penurunan bisnis properti yang memburuk serta penjualan ritel yang lesu dan meningkatnya pengangguran kaum muda. Penjualan ritel, output industri, dan investasi semuanya melambat bulan lalu dan meleset dari perkiraan ekonom. Bank sentral China telah memangkas suku bunga pinjaman satu tahun dan tujuh hari sebesar 10 basis poin (bps).

Sedangkan Turki tengah melawan inflasi yang berjalan pada laju tercepat dalam 24 tahun. Seiring dengan itu, nilai tukar lira mendekati rekor terendah. Ini isyarat untuk menanggapi kemungkinan perlambatan di bidang manufaktur dan tidak memulai siklus pelonggaran moneter. 


Sedangkan prospek Jepang pulih ke ukuran pra-pandemi pada kuartal kedua, karena belanja konsumen meningkat setelah berakhirnya pembatasan virus corona pada bisnis. Produk domestik bruto untuk ekonomi terbesar ketiga di dunia tumbuh ekonomi dengan laju tahunan sebesar 2,2% pada kuartal kedua.

Baca Juga: Cuaca Ekstrem Menyerang, Pasokan Kapas Dunia Mulai Berkurang

Di benua biru, perekonomian kawasan euro tumbuh sedikit lebih rendah dari perkiraan semula pada kuartal kedua karena tanda-tanda terus muncul bahwa momentum mulai terurai. Analis khawatir bahwa kekurangan energi akan mendorong rekor inflasi lebih tinggi lagi, membawa benua itu ke dalam resesi.

Inflasi Inggris meningkat bulan lalu ke level tertinggi dalam 40 tahun, mengintensifkan tekanan pada konsumen dan menambah tekanan untuk tindakan dari pemerintah dan Bank of England. Indeks harga konsumen naik 10,1% di bulan Juli dari tahun sebelumnya setelah naik 9,4% di bulan sebelumnya.

Lowongan kerja di Inggris turun untuk pertama kalinya sejak Agustus 2020 karena upah riil turun pada laju paling tajam dalam catatan, menunjukkan tekanan inflasi yang semakin ketat pada konsumen dan bisnis.

Sedangkan Penjualan ritel Amerika Serikat (AS) mengalami stagnasi bulan lalu karena penurunan pembelian mobil dan harga bensin, meskipun kenaikan di kategori lain menunjukkan belanja konsumen tetap tangguh.

Pengusaha yang berjuang untuk mengisi lowongan pekerjaan di pasar tenaga kerja AS yang ketat tahun ini memiliki hikmahnya, seperti: inflasi yang tinggi selama beberapa dekade membawa pensiunan kembali ke angkatan kerja. Namun data terbaru menunjukkan bahwa tren tersebut mungkin sudah mereda.

Investasi Eropa di China bertahan untuk saat ini meskipun hubungan politik antara kedua mitra dagang memburuk, dengan bisnis mencari cara untuk mengatasi ancaman pemisahan.

Sementara bank sentral Turki dan China menjadi berita utama minggu ini dengan penurunan suku bunga, setidaknya enam dari rekan-rekan mereka meningkatkan biaya pinjaman, termasuk rekor kenaikan 300 basis poin oleh Ghana.

Baca Juga: Jurus Fiskal dan Moneter China untuk Dongkrak Ekonominya

Adapun Bank Sentral Amerika Serikat (AS) kemungkinan akan memperlambat laju kenaikan suku bunga yang akan dilakukan berikutnya. Hal itu ditunjukkan dalam hasil risalah pertemuan The Fed pada 26-27 Juli lalu yang dirilis pada Rabu (17/8).

Notulensi rapat tersebut memang tidak secara eksplisit mengisyaratkan kecepatan tertentu dari kenaikan suku bunga pada 20-21 September mendatang, tetapi para pembuat kebijakan The Fed mulai mengakui kemungkinan risiko kalau mereka bertindak terlalu jauh dan mengekang kegiatan ekonomi terlalu banyak.  

"Para peserta sepakat bahwa hingga saat ini hanya ada sedikit bukti bahwa tekanan inflasi mereda," tertulis dalam hasil notulensi tersebut, seperti dikutip Reuters, Kamis (18/8). 

Pejabat The Fed melihat bahwa perlambatan permintaan agregat akan memainkan peran penting dalam mengurangi tekanan inflasi walaupun penurunan inflasi pada Juli kemungkinan juga dibantu perbaikan rantai pasokan global atau penurunan harga bahan bakar dan komoditas lainnya.

Editor: Tendi Mahadi