Bank Sentral Malaysia Diproyeksi Tahan Suku Bunga, Ini Penyebabnya



KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Bank Sentral Malaysia atawa Bank Negara Malaysia (BNM) diproyeksi tetap mempertahankan suku bunga acuan pada level tertinggi dalam lima tahun pada Kamis (7/3).

Seperti dilaporkan Bloomberg pada Kamis (7/3), hal ini dilakukan untuk mendukung mata uang Malaysia yang baru-baru ini melemah ke level terendah dalam kurun waktu 26 tahun.

Bank Negara Malaysia diperkirakan mempertahankan suku bunga acuan di level 3% dalam pertemuan kedua di tahun ini, berdasarkan survei Bloomberg terhadap 19 ekonom. Bank sentral Malaysia tersebut terakhir kali mengubah suku bunga mereka pada Mei 2023, saat suku bunga dikerek seperempat poin.


Ringgit, mata uang Malaysia, termasuk salah satu mata uang terlemah di Asia pada tahun ini. Hal ini terjadi karena suku bunga Malaysia yang lebih rendah dibandingkan dengan negara lain.

Baca Juga: Makin Kuat, Rupiah Spot Menguat ke Rp 15.650 Per Dolar AS di Tengah Hari Ini (7/3)

Menteri Keuangan Kedua Malaysia Amir Hamzah Azizan, kepada parlemen, pekan lalu mengingatkan agar tidak menaikkan suku bunga untuk memperkuat mata uang. Menurutnya, suku bunga acuan adalah untuk menjaga stabilitas harga dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, seperti ditulis Bloomberg.

Ekonomi Asia Tenggara, termasuk Malaysia, gagal mencapai perkiraan pertumbuhan tahun lalu. Hal ini disebabkan oleh pemulihan ekonomi yang lambat di negara Tiongkok, yang merupakan mitra perdagangan penting bagi Malaysia.

Kondisi ini memaksa analis untuk menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi Malaysia untuk tahun 2024. Sementara itu, tekanan inflasi dapat meningkat karena rencana Malaysia untuk merevisi kontrol harga dan subsidi. BNM akan merilis proyeksi pertumbuhan dan inflasi pada 20 Maret mendatang.

Salah satu langkah yang dilakukan oleh bank sentral adalah meningkatkan pembelaan verbal terhadap ringgit. Hal ini dilakukan setelah mata uang tersebut jatuh ke level terlemahnya sejak krisis keuangan Asia pada tahun 1998 melanda.

BNM mungkin akan mengonfirmasi bahwa pertumbuhan ekonomi akan membaik pada 2024. Hal ini didukung oleh pemulihan ekspor dan belanja domestik yang kuat. Meskipun demikian, ekonomi Malaysia masih akan menghadapi risiko penurunan, seperti permintaan ekspor yang lebih lemah dari yang diharapkan di tengah pemulihan pertumbuhan yang kurang stabil di Tiongkok.

Di sisi lain, disebutkan bahwa inflasi Malaysia tetap stabil pada 1,5% selama tiga bulan berturut-turut.

Baca Juga: Sri Mulyani: Peran UMKM ke Ekonomi Cukup Besar Tetapi Belum Mampu Tembus Pasar Ekspor

Risiko lain yang perlu diperhatikan adalah potensi guncangan rantai pasokan global akibat ketegangan geopolitik di Laut Merah. Pemerintah juga telah meningkatkan pajak jasa Malaysia mulai 1 Maret kemarin, yang diperkirakan akan meningkatkan pendapatan sekitar 3,45 miliar ringgit ($732 juta).

Hal ini dapat menyebabkan biaya hidup yang lebih tinggi bagi masyarakat. Dengan begitu inflasi kemungkinan akan meningkat, terutama dengan adanya kenaikan pajak jasa pemerintah dan penyesuaian subsidi yang diberlakukan. 

Editor: Anna Suci Perwitasari