Bank sentral mengurangi kontrol rupiah



JAKARTA. Kekang Bank Indonesia (BI) terhadap rupiah mulai kendor. Senin (15/7), kali pertama sejak 7 September 2009, nilai rupiah di Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) tersungkur menembus batas psikologis Rp 10.000 menjadi Rp 10.024 per dollar Amerika Serikat (AS).  

Memang bukan cuma rupiah yang melemah. Mata uang lain di kawasan juga sedang lesu terhadap dollar Amerika Serikat. Penyebabnya adalah ada tanda-tanda pemulihan ekonomi di Amerika Serikat. Bank Sentral Amerika Serikat berencana menghentikan stimulus moneter dan menyetop guyuran dollar AS ke pasar keuangan atau lebih dikenal quantitative easing.

Saat bersamaan, tekanan kuat juga datang dari sentimen pelambatan pertumbuhan ekonomi China. Maklum, kuartal I-2013 China masih tumbuh 7,7%. Pada kuartal II-2013 melambat menjadi 7,5%.


Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI), Difi A Johansyah, menyatakan, saat ini BI mengerem intervensi pasar. Sebab, tekanan pada rupiah kali ini lebih banyak akibat sentimen dari luar, terutama penguatan dollar AS terhadap nyaris semua mata uang utama dunia.  

Lagi pula, BI menilai, level rupiah saat ini sesuai dengan keadaan pasar dan fundamental ekonomi Indonesia. "Kami akan membiarkan dulu," tandas Difi, Senin (15/7).

Bisa jadi pilihan BI ini lebih realistis. Ekonomi Indonesia sedang dihantui sentimen jelek. Peluru untuk mengintervensi pasar makin tipis dan sumbernya pun kian terbatas.

Alhasil, seberapa pun guyuran intervensi BI, tak cukup mempan melawan pasar. Spekulan malah yang menikmati.

Lihat saja, kuartal I-2013, neraca transaksi berjalan minus US$ 5,3 miliar atau 2,4% terhadap produk domestik bruto (PDB). Neraca perdagangan Januari-Mei 2013 juga minus sekitar US$ 2,5 miliar.  

Berbarengan itu, tekanan inflasi menggila. Juni 2013, inflasi tercatat 5,9%. Itu belum memasukkan efek kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi Juli 2013. Alhasil, inflasi tinggi membayangi bulan-bulan mendatang.  

Lana Soelistyaningsih, ekonom Universitas Indonesia, menilai, posisi rupiah saat ini memang lebih riil. Persoalan yang mengkhawatirkannya, ada efek psikologis ketika rupiah tembus ke level 10.000.

Maklum, setelah level itu tertembus, bukan mustahil, para spekulan mulai berancang-ancang menjajal posisi baru rupiah: level 11.000 atau 12.000. Inilah yang harus diwaspadai BI dan pemerintah.  

Reny Eka Putri, analis pasar uang Bank Mandiri, dan Nurul Eti Nurbaeti, Head of Research Divisi Treasury BNI, lebih optimistis. Hitungan Reny, rupiah idealnya di posisi Rp 9.900 per dollar AS. Dus, prediksinya, pelemahan rupiah hanya terjadi satu hingga dua minggu ke depan. Eti menambahkan, dalam jangka pendek, rupiah akan tetap goyang di level Rp 9.990-Rp 10.015 per dollar. 

Ekonom Universitas Ma Chung Dodi Arifianto melihat dalam satu, dua bulan ke depan rupiah terus tertekan. "Bisa sampai Rp 10.100 per dollar AS, " ungkapnya .    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie