JAKARTA. Obligasi negara domestik memikat bank sentral negara asing. Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan mencatat porsi bank sentral negara asing mencapai Rp 111,31 triliun atau 8,01% dari total surat berharga negara(SBN) yang dapat diperdagangkan pada 22 September 2015. Porsi tersebut naik dibandingkan akhir Agustus 2015 yang sebesar RP 102,24 triliun atau 7,34%. Head of Fixed Income Research PT Mandiri Sekuritas Handy Yunianto mengatakan tren kenaikan mulai terlihat sejak Juli 2015. Pada Juni 2015, bank sentral negara asing menggenggam porsi 19% dari total kepemilikan asing di SBN yang sebesar Rp 537,53 triliun. Porsi bank sentral negara asing tersebut naik menjadi 21,01% pada 22 September 2015. Menurut pria yang akrab disapa Anto ini, investor bank sentral asing memburu instrumen bertenor panjang. Buktinya, kepemilikan obligasi negara bertenor panjang oleh asing mengalami kenaikan. Misalnya, untuk SBN bertenor 10 tahun hingga 15 tahun naik menjadi Rp 200,2 triliun pada 14 September 2015 dibandingkan akhir 2014 yang sebesar RP 154,9 triliun. Demikian juga dengan tenor 10 tahun hingga 15 tahun yang naik menjadi Rp 92,8 triliun dari Rp 86,2 triliun pada periode yang sama. Tenor di atas 20 tahun juga naik menjadi Rp 16,1 triliun dari sebelumnya yang Rp 10,7 triliun. Menurut Anto, investor melirik obligasi bertenor panjang lantaran memiliki yield yang lebih tinggi ketimbang tenor pendek. "Selain itu, bank sentral asing juga confident dengan kondisi Indonesia sehingga berani membeli tenor yang panjang," tutur dia. Anto menambahkan investor juga memburu tenor panjang karena adanya potensi penurunan suku bunga bank sentral atau BI rate. Sehingga, seri-seri tersebut akan membagikan keuntungan dari kenaikan harga atau capital gain lebih tinggi dibandingkan tenor pendek. Desmon Silitonga, analis Millenium Danatama Indonesia mengatakan tren kenaikan porsi bank sentral asing disebabkan oleh masih menariknya yield obligasi domestik dibandingkan negara lain di Asia. Kondisi tersebut ditopang oleh laju inflasi Indonesia yang terkendali. "Meskipun terdapat tantangan volatilitas rupiah, namun spread yield Indonesia yang menarik dibandingkan negara lain menjadi motivasi bank sentral asing masuk ke SBN," tutur Desmon. Potensi outflow kecil Anto mengatakan naiknya tren kepemilikan bank sentral asing di SBN menguntungkan bagi Indonesia. Pasalnya, investor tersebut memiliki profil investasi jangka panjang. "Sehingga tidak mudah terjadi outflow," tutur Anto, Jakarta. Di samping itu, masuknya investor tersebut juga akan menambah pasokan dollar Amerika Serikat (AS) di pasar domestik. Asal tahu saja, Indonesia tengah membutuhkan suplai dollar AS menyusul nilai tukar rupiah yang terus tertekan. Dia memperkirakan hingga akhir tahun potensi dana keluar atau capital outflow tidak akan sebesar pertengahan tahun ini. Pada Agustus 2015, dana asing tercatat lari Rp 15, 52 triliun dari 7 Agustus yang Rp 541,2 triliun menjadi Rp 525,68 triliun pada akhir Agustus akibat melemahnya nilai tukar rupiah. "Dengan sudah adanya outflow yang signifikan di Agustus tersebut, potensi outflow kedepan akan minimal dengan syarat rupiah bisa stabil dan yield US treasury tidak naik signifikan," kata Anto. Senada, Desmon mengatakan naiknya porsi asing akan berdampak positif bagi pembiayaan defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Namun, dia memperkirakan pasar SBN masih berpotensi mengalami capital outflow akibat ketidakpastian suku bunga bank sentral AS, atau Fed rate. "Capital outflow juga akan dipicu oleh faktor pelemahan ekonomi Tiongkok," kata Desmon. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Bank sentral negara asing tambah porsi di SBN
JAKARTA. Obligasi negara domestik memikat bank sentral negara asing. Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan mencatat porsi bank sentral negara asing mencapai Rp 111,31 triliun atau 8,01% dari total surat berharga negara(SBN) yang dapat diperdagangkan pada 22 September 2015. Porsi tersebut naik dibandingkan akhir Agustus 2015 yang sebesar RP 102,24 triliun atau 7,34%. Head of Fixed Income Research PT Mandiri Sekuritas Handy Yunianto mengatakan tren kenaikan mulai terlihat sejak Juli 2015. Pada Juni 2015, bank sentral negara asing menggenggam porsi 19% dari total kepemilikan asing di SBN yang sebesar Rp 537,53 triliun. Porsi bank sentral negara asing tersebut naik menjadi 21,01% pada 22 September 2015. Menurut pria yang akrab disapa Anto ini, investor bank sentral asing memburu instrumen bertenor panjang. Buktinya, kepemilikan obligasi negara bertenor panjang oleh asing mengalami kenaikan. Misalnya, untuk SBN bertenor 10 tahun hingga 15 tahun naik menjadi Rp 200,2 triliun pada 14 September 2015 dibandingkan akhir 2014 yang sebesar RP 154,9 triliun. Demikian juga dengan tenor 10 tahun hingga 15 tahun yang naik menjadi Rp 92,8 triliun dari Rp 86,2 triliun pada periode yang sama. Tenor di atas 20 tahun juga naik menjadi Rp 16,1 triliun dari sebelumnya yang Rp 10,7 triliun. Menurut Anto, investor melirik obligasi bertenor panjang lantaran memiliki yield yang lebih tinggi ketimbang tenor pendek. "Selain itu, bank sentral asing juga confident dengan kondisi Indonesia sehingga berani membeli tenor yang panjang," tutur dia. Anto menambahkan investor juga memburu tenor panjang karena adanya potensi penurunan suku bunga bank sentral atau BI rate. Sehingga, seri-seri tersebut akan membagikan keuntungan dari kenaikan harga atau capital gain lebih tinggi dibandingkan tenor pendek. Desmon Silitonga, analis Millenium Danatama Indonesia mengatakan tren kenaikan porsi bank sentral asing disebabkan oleh masih menariknya yield obligasi domestik dibandingkan negara lain di Asia. Kondisi tersebut ditopang oleh laju inflasi Indonesia yang terkendali. "Meskipun terdapat tantangan volatilitas rupiah, namun spread yield Indonesia yang menarik dibandingkan negara lain menjadi motivasi bank sentral asing masuk ke SBN," tutur Desmon. Potensi outflow kecil Anto mengatakan naiknya tren kepemilikan bank sentral asing di SBN menguntungkan bagi Indonesia. Pasalnya, investor tersebut memiliki profil investasi jangka panjang. "Sehingga tidak mudah terjadi outflow," tutur Anto, Jakarta. Di samping itu, masuknya investor tersebut juga akan menambah pasokan dollar Amerika Serikat (AS) di pasar domestik. Asal tahu saja, Indonesia tengah membutuhkan suplai dollar AS menyusul nilai tukar rupiah yang terus tertekan. Dia memperkirakan hingga akhir tahun potensi dana keluar atau capital outflow tidak akan sebesar pertengahan tahun ini. Pada Agustus 2015, dana asing tercatat lari Rp 15, 52 triliun dari 7 Agustus yang Rp 541,2 triliun menjadi Rp 525,68 triliun pada akhir Agustus akibat melemahnya nilai tukar rupiah. "Dengan sudah adanya outflow yang signifikan di Agustus tersebut, potensi outflow kedepan akan minimal dengan syarat rupiah bisa stabil dan yield US treasury tidak naik signifikan," kata Anto. Senada, Desmon mengatakan naiknya porsi asing akan berdampak positif bagi pembiayaan defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Namun, dia memperkirakan pasar SBN masih berpotensi mengalami capital outflow akibat ketidakpastian suku bunga bank sentral AS, atau Fed rate. "Capital outflow juga akan dipicu oleh faktor pelemahan ekonomi Tiongkok," kata Desmon. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News