Bank sentral perketat pembelian dollar



JAKARTA. Bank Indonesia (BI) agaknya ingin mempersempit ruang gerak aksi spekulan valuta asing (valas). Caranya, lalu lintas transaksi dollar akan diperketat, dan di sisi lain memperbanyak instrumen yang bisa menyedot dollar serta menahannya lebih lama di Indonesia.

Salah satu upayanya, BI akan menurunkan nominal pembelian dollar AS yang wajib menyertakan underlying transaction atawa jaminan, serta tujuan penggunaan dana.  Nah, calon aturan baru yang tengah digodok BI akan menetapkan, nominal pembelian valas mulai dari US$ 25.000 harus memakai underlying transaction. "Juga harus ada nomor pokok wajib pajak (NPWP)," tandas Agus Martowardojo, Gubernur BI, kemarin (18/8).

Sebagai perbandingan, aturan yang saat ini berlaku, yakni PBI Nomor 16/16/PBI/2014 menyatakan, pembelian valas di atas US$ 100.000 per bulan per nasabah wajib menggunakan underlying


Bank Sentral punya alasan memperketat pembelian valas. Rupanya, belakangan ini   makin meningkat pembelian valas di bawah US$ 100.000 yang tanpa underlying. Bahkan pembeliannya melebihi batas kewajaran.

BI berharap, upaya ini bisa meredam kejatuhan rupiah lebih dalam. Sebagai gambaran, kemarin, kurs rupiah melemah lagi 0,49% menjadi Rp 13.831 per dollar AS.

Selain memperketat pembelian dollar AS, BI menyiapkan dua resep lainnya. Pertama, memperbanyak instrumen moneter dengan tenor lebih panjang. Misalnya, tenor instrumen moneter di deposit facility dari overnight ditarik menjadi 1 minggu, 3 minggu, 1 bulan hingga 3 bulan.

Kedua, BI akan menghidupkan kembali lelang Sertifikat Bank Indonesia (SBI) tenor 9 bulan. Pertimbangannya, instrumen moneter dengan tenor lebih panjang penting untuk menambah pasokan valas. "Apalagi kalau 9 bulan dan 12 bulan itu bisa dibeli oleh asing sehingga bisa memberikan outlet asing," kata Perry Warjiyo, Deputi Gubernur BI.

Perry menyatakan, likuiditas rupiah dalam jangka pendek memang mulai berlebih, sehingga memberi tekanan tambahan pada rupiah. Lemahnya penyerapan kredit  menjadi penyebab kelebihan likuiditas rupiah di pasar keuangan Indonesia.

Catatan BI, kelebihan likuiditas perbankan mencapai sekitar Rp 240 triliun. Dari jumlah tersebut, sebesar Rp 110 triliun diputar di instrumen overnight.

Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual  menilai, kebijakan yang akan diambil BI ini mirip penanganan krisis tahun 2009. "Memang perlu langkah antisipasi," kata dia.

Farial Anwar, pengamat pasar uang, menilai agenda BI, terutama pengetatan pembelian dollar, memang bisa mengurangi tekanan rupiah. Yang patut diwaspadai, "Ada peluang manipulasi data, yakni membeli valas dengan menyebar ke lebih dari satu bank dan menggunakan banyak pihak," imbuh Farial.            

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia