KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sebagai langkah untuk menarik investor asing masuk ke pasar keuangan Indonesia, Bank Indonesia (BI) tengah mengkaji reaktivasi instrumen sertifikat Bank Indonesia (SBI) untuk tenor 9 bulan dan 12 bulan. Hal ini pun disambut positif oleh pihak industri perbankan. Sejumlah bankir yang dihubungi Kontan.co.id, Minggu (22/7) mengungkapkan langkah ini terbilang efektif untuk menjaga likuiditas dana di pasar sambil menjaga stabilitas kurs mata uang. Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Santoso Liem menilai, dengan berlakunya instrumen ini maka pihak bank diberikan pilihan lebih untuk mengelola likuiditasnya.
Nantinya bila telah berlaku, BCA menilai perbankan menjadi punya pilihan lain untuk memenuhi kebutuhan manajemen resiko dan likuiditasnya. "Prinsipnya bahwa SBI adalah instrumen moneter untuk mengelola likuiditas dan suku bunga bagi bank sentral untuk melakukan pengendalian moneter, dengan berlakunya instrumen ini bank diberikan banyak pilihan," katanya kepada Kontan.co.id, Minggu (22/7). Sementara itu, Direktur Utama PT Bank Mayapada Internasional Tbk Hariyono Tjahjarijadi menilai cara ini terbilang efektif untuk menarik dana-dana yang sempat keluar disamping untuk menahan dana yang ada di dalam negeri agar tidak segera keluar. Di samping itu, bank-bank domestik menjadi lebih baik pengelolaan likuidiasnya, lantaran penempatan dana tidak berkurang. "Namun, efektivitasnya sampai dimana untuk bantu penguatan Rupiah di samping meningkatkan likuiditas di pasar, itu perlu pengamatan dan review terus menerus," ungkapnya. Senada, Ekonom PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) Winang Budoyo menyebutkan hal tersebut merupakan upaya BI untuk menambah instrumen pasar uang. Namun, di sisi lain meski bakal menarik investor asing untuk menaruh dananya di dalam negeri, hal ini akan menambah biaya moneter BI. "Kan bunganya yang bayar BI. Itu ongkos yang harus dikeluarkan dari suatu kebijakan, cost benefit istilahnya," tuturnya. Sementara itu, Direktur Keuangan BTN Iman Nugroho Soeko belum mengomentari banyak terkait rencana tersebut. Hanya saja menurutnya, semakin banyak instrumen maka kondisi pasar keuangan di Indonesia akan semakin baik. Direktur Tresuri PT Bank Mandiri Tbk mengatakan BI menggunakan cara ini sebagai salah satu langkah operasi moneter, karena pada umumnya investor akan lebih tertarik untuk masuk bila ada instrumen untuk jangka menengah. Selama ini SBI hanya memiliki tenor pendek antara 1 bulan sampai 3 bulan, praktis tidak terlalu banyak dana-dana asing maupun domestik yang ditempatkan di instrumen ini. "Investor itu misalnya membeli obligasi, lalu sudah mencapai target maka uangnya akan dikonversi ke dolar lalu dibawa keluar. Kalau demand ini terlalu tinggi dan tidak ada benchmark maka investasinya sudah pasti keluar. Kalau ada ini (SBI 9 bulan), dia (investor) bisa menunggu, semisal ditaruh di 9 bulan. Jadi ini mekanisme pasar yang akan dimainkan BI, kalau instrumennya lebih variasi harapannya pasarnya pun lebih kondusif," jelasnya.
Sebagai informasi, melansir pemberitaan yang dimuat Kontan.co.id, Kamis (19/7) lalu Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, BI melihat bahwa instrumen moneter tersebut ini bisa meningkatkan portofolio asing di pasar keuangan Indonesia. Sebab, dengan SBI, investor asing bisa masuk. Pada Agustus 2017, BI menghentikan menerbitkan SBI tenor 12 bulan. Sebagai gantinya bank sentral menerbitkan Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI) dan Term Deposit. Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara mengatakan, dengan diaktifkannya kembali SBI 9 bulan dan SBI 12 bulan, instrumen investasi akan bertambah. “Sebab, perbedaaannya SDBI dengan SBI adalah, SDBI pembelinya domestik. Sedangkan SBI bisa domestik dan asing. Ini terkait bagaimana kami attract aliran modal dari luar negeri,” ujar Mirza. Pihak bank sentral menambahkan, bila SBI 9 bulan dan SBI 12 bulan kelak diterbitkan, maka SDBI 9 bulan dan SDBI 12 bulan dihentikan sementara penerbitannya. “Itu dihentikan untuk sementara supaya instrumen itu jadi SBI,” kata Mirza. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia