Bank sibuk cari dana dari pasar modal



JAKARTA. Ketatnya kondisi likuiditas perbankan diperkirakan masih akan berlanjut hingga tahun depan. Apalagi, Bank Indonesia (BI) memproyeksikan dana pihak ketiga (DPK) tahun 2015 hanya akan tumbuh 14%–16%. Alhasil, perbankan harus memutar otak untuk memperoleh sumber-sumber pendanaan baru.

Yang menarik, sejumlah bank tengah menjajaki beberapa instrumen pendanaan dari pasar modal. Salah satunya PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN). Selain berniat merilis obligasi, BTN berencana mengajukan pinjaman jangka panjang kepada kreditur luar negeri.

Meski begitu, Direktur Utama BTN Maryono menerangkan, pihaknya akan melihat kondisi kupon di pasar sebelum merilis obligasi. "Karena bunga di pasar mahal, kami akan memindahkan rencana penerbitan obligasi tahun ini menjadi tahun depan. Tahun depan pun, kami akan lihat dulu kondisi pasar," katanya, pekan lalu. Jika kondisi pasar mendukung, lanjut Maryono, BTN bakal merilis obligasi sekitar Rp 1 triliun–Rp 2 triliun.


Sementara itu, BTN masih menggodok opsi pinjaman jangka panjang. Selain mencari pendanaan baru, BTN masih terus berupaya meningkatkan porsi dana murah (CASA). Per September lalu, rasio CASA bank pelat merah ini mencapai 45,76% dari total dana pihak ketiga (DPK) yang sebesar Rp 101,84 triliun atau tumbuh 15% dari periode sama 2013.

Maryono berharap porsi CASA BTN pada tahun ini bisa berkisar 50% dari total DPK. "Kami akan push CASA, khususnya dari produk tabungan. Salah satu strateginya adalah menggandeng institusi-institusi pemerintah untuk bekerjasama," ujar Maryono.

Mempertahankan CAR

Langkah serupa ditempuh PT Bank International Indonesia Tbk (BII). Salah satu opsi pendanaan BII adalah penawaran saham baru alias rights issue senilai Rp 1,5 triliun. "Kami optimistis rights issue tercapai," ujar Taswin Zakaria, Direktur Utama BII.

Selain untuk penyaluran kredit, BII akan memakai dana rights issue untuk meningkatkan modal. Dus, mereka berharap bisa meningkatkan rasio kecukupan modal (CAR) di atas 14%. BII juga sedang menggodok penerbitan obligasi. "Tapi, rencana obligasi masih didiskusikan secara internal," ujar Taswin.

BII pun tidak menutup peluang untuk menggaet pinjaman dari induk usaha. Di pihak lain, PT Bank Permata Tbk sedang mengkaji penerbitan subdebt atau obligasi subordinasi dan rights issue. Bank ini memperkirakan bisa menerbitkan subdebt senilai Rp 1 triliun, dan rights issue sebesar Rp 2 triliun hingga Rp 3 triliun.

Roy Arfandy, Plt Direktur Utama Bank Permata mengatakan, rencana dua aksi korporasi tersebut akan masuk dalam rencana bisnis bank yang diharapkan tuntas bulan ini. "Hitung-hitungannya sesuai kebutuhan modal dengan melihat pertumbuhan kredit," kata Roy. Dari sederet aksi tersebut, Bank Permata berupaya mempertahankan CAR di level 16%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie