KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rasio pembiayaan bermasalah perbankan syariah semakin melandai. Lihat saja, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam statistik perbankan syariah mencatat posisi
non performing financing (NPF) Bank Umum Syariah (BUS) 3,82% per September 2018, membaik dari posisi setahun sebelumnya yang sempat menembus 4,41% secara gross. Dari sisi NPF
net juga terjadi perbaikan, dari sebelumnya 2,74% per September 2017 menjadi 2,35% per akhir September 2018 lalu. Pencapaian tersebut tak lepas dari upaya bank syariah yang terus memperbaiki kualitas pembiayaan. Tak hanya melalui upaya penagihan, bank syariah juga turut aktif melakukan monitoring, restrukturisasi hingga penjualan jaminan/agunan.
PT Bank BNI Syariah misalnya, per November 2018 akhir, NPF-nya stabil di level 3%. Direktur BNI Syariah Dhias Widhiyati memproyeksi posisi tersebut mampu dijaga hingga akhir tahun. Sementara untuk tahun depan pihaknya memprediksi NPF dapat terus melandai hingga ke bawah level 3%. Beberapa strategi yang dilakukan BNI Syariah untuk menekan laju NPF antara lain dengan mengoptimalkan sistem
traffic light pembiayaan untuk melakukan pengendalian dan usaha perbaikan kualitas lebih awal. Disamping itu, pihaknya juga kerap melakukan pemetaan nasabah yang masuk kategori
watchlist (kualitas pembiayaan menurun) untuk dilakukan monitoring pembiayaan secara lebih intensif. "Kami juga melakukan penjualan jaminan nasabah NPF dalam rangka pelunasan," ungkapnya kepada Kontan.co.id, Senin (10/12). Sayangnya, Dhias tak merinci besaran NPF atau agunan yang sudah dijual guna memperbaiki kualitas pembiayaan perusahaan. Untuk debitur yang masih memiliki itikad baik kepada perbankan, pihaknya juga melakukan restrukturisasi bagi nasabah yang memenuhi tiga pilar. "Sampai dengan akhir tahun 2018, diproyeksikan NPF BNI Syarkah tetap terjaga di level maksimal 3%," ujarnya. Sementara itu, Presiden Direktur PT Bank BCA Syariah John Kosasih menjelaskan pihaknya sejauh ini sudah mampu menjaga kualitas pembiayaan dengan baik. Hal ini terbukti dari NPF BCA Syariah yang sampai dengan saat ini stabil di bawah 1%. "Agar NPF tidak naik, menurut saya prinsip prudentiality memang harus dijalankan dengan baik. Kemudian untuk nasabah yang mengalami masalah ya bisa direstrukturisasi bila ada kemampuan sebelum diselesaikan melalui pengambilan agunan atau
assets settlement," ulasnya. Namun ke depan, tantangan pembiayaan bermasalah bagi bank khususnya perbankan bakal semakin lebar. Hal ini dikarenakan ada beberapa hal yang harus diwaspadai mulai dari dinamisme kondisi usaha, faktor internal maupun eksternal debitur hingga disrupsi persaingan pasar yang melebar dengan hadirnya
e-commerce dan
fintech. "Kami tentu berharap yang terbaik (tahun depan) dengan mempertahankan NPF di bawah 1%," sambungnya.
Bank syariah lain juga memang sangat serius membenahi pembiayaan bermasalahnya adalah PT Bank Muamalat Indonesia Tbk yang sempat melakukan
asset swap (penjualan NPF) ke Dubai Group beberapa wakti silam. Merujuk pemberitaan Kontan.co.id (21/7) lalu, Muamalat melakukan penjualan aset bermasalah senilai Rp 6 triliun. Dari NPF itu, estimasi 30% dari nilai nomimal penjualan masih bisa tertagih. Hal tersebut nampaknya mulai membuahkan hasil, terlihat berdasarkan laporan keuangan Bank Muamalat, NPF gross per September 2018 turun ke level 2,98% dibanding tahun sebelumnya 4,54%. Secara
net posisi tersebut juga turun ke level 2,5% setelah pada periode September 2017 sempat menyentuh 3,07%. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi