JAKARTA. Perbankan syariah siap-siap mengendalikan laju pembiayaan dan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK). Sebab, Bank Indonesia (BI) berencana membatasi rasio pembiayaan terhadap simpanan atau finance to deposit ratio (FDR), baik untuk bank umum syariah (BUS) maupun unit usaha syariah (UUS). Rencana tersebut sedang dalam tahap pengkajian di BI. Maklum, pembebasan rasio FDR menimbulkan risiko pengetatan likuiditas dan terjadinya pembiayaan bermasalah atau non-performing finance (NPF) lantaran laju pembiayaan terlalu kencang. "Kami memandang perlu ada nilai batas atas FDR," kata Edy Setiyadi, Direktur Direktorat Perbankan Syariah BI. Pengkajian batas atas FDR diperlukan, lantaran bank syariah terdiri dari BUS dan UUS yang memiliki sumber perolehan dana berbeda. FDR UUS lebih terjaga lantaran bisa menerima DPK milik sang induk. Sementara, BUS harus bersaing dengan bank induk untuk meraup DPK. Sayang, Edy enggan menyebutkan berapa batas atas FDR yang akan dipatok BI.
Bank Syariah harus atur likuiditas
JAKARTA. Perbankan syariah siap-siap mengendalikan laju pembiayaan dan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK). Sebab, Bank Indonesia (BI) berencana membatasi rasio pembiayaan terhadap simpanan atau finance to deposit ratio (FDR), baik untuk bank umum syariah (BUS) maupun unit usaha syariah (UUS). Rencana tersebut sedang dalam tahap pengkajian di BI. Maklum, pembebasan rasio FDR menimbulkan risiko pengetatan likuiditas dan terjadinya pembiayaan bermasalah atau non-performing finance (NPF) lantaran laju pembiayaan terlalu kencang. "Kami memandang perlu ada nilai batas atas FDR," kata Edy Setiyadi, Direktur Direktorat Perbankan Syariah BI. Pengkajian batas atas FDR diperlukan, lantaran bank syariah terdiri dari BUS dan UUS yang memiliki sumber perolehan dana berbeda. FDR UUS lebih terjaga lantaran bisa menerima DPK milik sang induk. Sementara, BUS harus bersaing dengan bank induk untuk meraup DPK. Sayang, Edy enggan menyebutkan berapa batas atas FDR yang akan dipatok BI.