JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong perbankan syariah melakukan stress test dengan nilai tukar rupiah berada di level Rp 15.000 per dollar Amerika Serikat. Rencananya hasil stress test tersebut akan diumumkan dalam waktu dekat ini. Berbeda dengan stress test bank konvensional yang memasukkan variabel NPL dan likuiditas, untuk bank syariah hanya menggunakan variabel nilai tukar. “Yang kami lakukan adalah untuk mengetahui perubahan nilai tukar ini dan dampaknya ke NPF. Kalau di syariah ya nilai tukar,” ujar Deputi Komisioner OJK Mulya E. Siregar, Jumat (28/8). Mulya mengatakan dengan nilai tukar rupiah saat ini yang berapa di level Rp 14.000 per dollar Amerika Serikat, kondisi perbankan syariah masih berada dalam level yang aman. Namun, kata dia, memang seiring dengan menurunnya kualitas pembiayaan sektor rill menyebabkan rasio NPF perbankan syariah juga naik. Nah, untuk mengantisipasi hal ini, OJK terus mendorong bank syariah agar memantau kualitas penyaluran pembiayaan mereka. Sebagai gambaran, sampai Mei 2015, rasio pembiayaan bermasalah (non performing financing/NPF) bank umum syariah (BUS) maupun unit usaha syariah mencapai 4,76%, naik dari periode sama pada 2014 sebesar 4,02%. Berdasarkan statistik perbankan syariah (SPS) yang dipublikasikan OJK, pada Mei 2015 total pembiayaan tidak lancar dari BUS maupun UUS mencapai Rp 9,71 triliun. Pembiayaan kurang lancar kedua jenis bank syariah ini meningkat 46,12% menjadi Rp 3,01 triliun, sedangkan pembiayaan yang diragukan naik 39,2% menjadi Rp 1,74 triliun. Sementara itu, pembiayaan yang macet tercatat mencapai Rp 4,95 triliun, naik 33,06% secara year on year (yoy), dan pembiayaan dalam perhatian khusus (special mention) melonjak sebesar 53,42% menjadi Rp 21,08 triliun.
Bank syariah lakukan stress test Rupiah 15.000
JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong perbankan syariah melakukan stress test dengan nilai tukar rupiah berada di level Rp 15.000 per dollar Amerika Serikat. Rencananya hasil stress test tersebut akan diumumkan dalam waktu dekat ini. Berbeda dengan stress test bank konvensional yang memasukkan variabel NPL dan likuiditas, untuk bank syariah hanya menggunakan variabel nilai tukar. “Yang kami lakukan adalah untuk mengetahui perubahan nilai tukar ini dan dampaknya ke NPF. Kalau di syariah ya nilai tukar,” ujar Deputi Komisioner OJK Mulya E. Siregar, Jumat (28/8). Mulya mengatakan dengan nilai tukar rupiah saat ini yang berapa di level Rp 14.000 per dollar Amerika Serikat, kondisi perbankan syariah masih berada dalam level yang aman. Namun, kata dia, memang seiring dengan menurunnya kualitas pembiayaan sektor rill menyebabkan rasio NPF perbankan syariah juga naik. Nah, untuk mengantisipasi hal ini, OJK terus mendorong bank syariah agar memantau kualitas penyaluran pembiayaan mereka. Sebagai gambaran, sampai Mei 2015, rasio pembiayaan bermasalah (non performing financing/NPF) bank umum syariah (BUS) maupun unit usaha syariah mencapai 4,76%, naik dari periode sama pada 2014 sebesar 4,02%. Berdasarkan statistik perbankan syariah (SPS) yang dipublikasikan OJK, pada Mei 2015 total pembiayaan tidak lancar dari BUS maupun UUS mencapai Rp 9,71 triliun. Pembiayaan kurang lancar kedua jenis bank syariah ini meningkat 46,12% menjadi Rp 3,01 triliun, sedangkan pembiayaan yang diragukan naik 39,2% menjadi Rp 1,74 triliun. Sementara itu, pembiayaan yang macet tercatat mencapai Rp 4,95 triliun, naik 33,06% secara year on year (yoy), dan pembiayaan dalam perhatian khusus (special mention) melonjak sebesar 53,42% menjadi Rp 21,08 triliun.