Bank syariah tak perlu rem pembiayaan



JAKARTA. Peraturan baru Bank Indonesia (BI) membuat Loan to Deposit Ratio (LDR) atau dalam syariah dikenal dengan Finance to Deposit Ratio (FDR) bisa ditekan rendah. Selama tahun ini memang banyak bank syariah yang memiliki FDR 100%, bahkan di atas 100%.

Tapi BI memandang perbankan syariah tak perlu khawatir dan mengerem pembiayaan meski bank sentral resmi menurunkan batas atas Giro Wajib Minimum-Loan Deposit Rasio (GWM-LDR) menjadi 92%. Menurut BI perbankan syariah hanya perlu mendorong tumbuhnya Dana Pihak Ketiga (DPK) untuk bisa menekan angka rasio pembiayaan terhadap dana pihak ketiga.

“Sekarang dengan ketentuan yang baru, mau tidak mau nanti kita sesuaikan dengan cara mendorong simpanan sehingga FDR rendah. Ini antara lain dengan menambah banyak DPK, tanpa harus mengurangi exposure“, kata Direktur Perbankan Syariah BI, Edi Setiadi.


Menurut Edi ini jauh lebih baik jika dibandingkan dengan menekan nilai pembiayaan. Pasalnya, pembiayaan yang dilakukan bank syariah langsung disalurkan ke sektor riil, di mana ketika pembiayaan bermasalah maka secara tidak langsung akan berpengaruh ke sektor riil.

Meski begitu, Edi pun sadar bahwa tingginya nilai FDR di bank syariah bisa saja mengganggu kestabilan bisnis perbankan tersebut. “Jangan sampai dia terlalu banyak exposure nanti likuiditas tidak cukup,“ ujarnya.

Oleh karenanya Edi memandang perlu ada supervisory action sektoral agar bank lebih selektif dalam penyaluran pembiayaan ke beberapa sektor. Ia menyarankan adanya pengawasan lebih ketat pada pembiayaan ke sektor-sektor yang jenuh ataupun yang meningkatkan Non Performing Financial (NPF) bagi perbankan.

“Intinya FDR yang kita dorong lebih berkualitas. Berkualitas itu antara lain dengan pembagian sektoral tadi,“ tegasnya.

Seperti diketahui sebelumnya, BI memutuskan untuk mengubah batas GWM LDR dari 78%-100% menjadi 78%-92% setelah BI Rate tetap ditahan pada level 6,5%. Sementara itu, berdasarkan data BI, FDR perbankan syariah tercatat telah mencapai angka 103,08% April 2013.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Djumyati P.