Bank tak mau asal menggeber lindung nilai



JAKARTA. Meski Bank Indonesia (BI) telah menerbitkan aturan transaksi lindung nilai (hedging) valuta asing (valas), perbankan tampaknya belum terlalu bersemangat menggenjot transaksi valas melalui transaksi forward maupun swap. Padahal, semua bank berhak menyediakan layanan transaksi hedging valas.  

Transaksi lindung nilai valas sejatinya bukan barang baru di perbankan. Presiden Direktur Bank Central Asia (BCA), Jahja Setiaatmadja, mengatakan BCA telah menyediakan transaksi hedging valas, sebelum BI merilis aturan tersebut. Namun, volume transaksi lindung nilai baik melalui forward maupun swap sampai saat ini belum banyak. "Belum banyak nasabah yang tahu dan memanfaatkannya," kata Jahja.

Branko Windoe, Kepala Tresuri BCA, menambahkan selama ini mayoritas transaksi valas menggunakan  transaksi spot lantaran lebih mudah. Meskipun, transaksi hedging bisa melindungi nasabah dari risiko fluktuasi nilai tukar.


Senada, Direktur Bisnis dan Komersial Bank Mandiri, Sunarso, mengatakan selama ini Bank Mandiri telah memberikan layanan hedging valas kepada perusahaan swasta. Dengan adanya aturan ini, BUMN-BUMN ke depan bisa melakukan transaksi hedging valas.

Tentu saja, dibolehkannya perusahaan BUMN bertransaksi hedging menjadi potensi besar bagi perbankan. Meski begitu, Arwin Rasyid, Presiden Direktur Bank CIMB Niaga, mengatakan transaksi hedging tergantung permintaan nasabah.  

Senada, Jahja mengatakan, meski perusahaan BUMN dan seluruh nasabah boleh bertransaksi hedging, belum tentu mereka berminat. Sebab, untuk bertransaksi hedging, perusahaan atau nasabah mesti menyediakan dana untuk margin transaksi.

Belum lagi, transaksi lindung nilai juga bisa menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Karena itu, Sunarso menyarankan, perusahaan BUMN mesti membikin standard operating procedure (SOP) untuk menghindari spekulasi saat bertransaksi hedging.

Jahja mengatakan, meski sudah ada aturan, bank mesti melihat persyaratan transaksi hedging valas terlebih dahulu. Sebab, nasabah masih membutuhkan edukasi dan sosialisasi. "Kami tidak asal main menggenjot saja," kata Jahja. Jadi, semua tergantung kepada nasabah.            

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie