JAKARTA. Bank pelaksana program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) bersikeras menetapkan bunga di atas 7%. Mereka menganggap, bunga yang disodorkan pemerintah sebesar 5% - 6% tidak menguntungkan. Perbankan pun mengajukan hitung-hitungan bunganya ke pemerintah. Tiga bank BUMN terlihat paling ngotot menggetok bunga tinggi. Misalnya, Bank Tabungan Negara (BTN) menawarkan tingkat bunga sebesar 8,55%. Ini dengan asumsi, bank dan pemerintah sama-sama menanggung kebutuhan dana sebesar 50%. Sementara Bank Rakyat Indonesia (BRI) menawarkan tingkat bunga 7,50% dan Bank BNI menawarkan bunga sebesar 7,25%. (Lihat tabel)
Evi Firmansyah, Wakil Direktur Utama BTN mengatakan, setiap bank memiliki tingkat biaya dana, risiko dan biaya
overhead yang berbeda-beda. Sumber dana BTN misalnya, tentu tidak bisa dibandingkan dengan bank sekelas BRI yang dana murahnya melimpah. Sementara tingkat biaya
overhead tinggi karena dalam berbisnis pembiayaan rumah bank membutuhan sumber daya manusia (SDM) yang memahami propeti serta hubungan dengan developer. "Saat ini masih dalam diskusi tingkat suku bunga dan kami tidak pernah mengancam mundur dari program FLPP," tegas Evi, Rabu (1/2). Darmadi Sutanto, Direktur Konsumer dan Ritel BankBNI menuturkan, Kemenpera juga perlu memahami perbankan dalam menyerap dana. Misalnya, dari tingkat biaya dana, setiap bank menawarkan bunga simpanan berbeda-beda. Jangka waktu penyimpanan pun tidak terus menerus jangka panjang. Sumber dana menjadi kekhawatiran bank, karena tenor rumah FLPP selama 15 tahun, sedangkan simpanan nasabah di bank jatuh tempo lebih singkat. Misalnya deposito, hanya memiliki durasi satu bulan atau tiga bulan. Selain itu, fluktuasi inflasi dan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) tidak dapat diprediksi. Tri Joko Prihanto, Direktur Keuangan Bank Bukopin, menyampaikan, dalam menyalurkan kredit, bank menargetkan kisaran benefit yang diperoleh. "Harga (tingkat bunga) itu kan perlu menyesuaikan kondisi pasar," ucap Tri. Bukopin berharap Kemenpera tidak mengubah tingkat bunga FLPP saat ini sebesar 8%. Menteri Perumahan Rakyat, Djan Faridz menjelaskan, bunga FLPP bisa ditekan lebih rendah, lagi karena Kemenpera telah menetapkan beberapa kebijakan pendukung yang bisa menjadi insentif bagi industri perbank dan para pengembang.
Selain itu, pemerintah juga ikut melakukan urunan dana, sehingga biaya dana bank bisa lebih murah. Dengan harga dan bunga lebih murah, daya beli masyarakat menjadi terangkat. Saat ini, misalnya, pemerintah sedang mengupayakan penurunan harga jual rumah sejahtera. Di antaranya pembebasan biaya melalui sertifikasi tanah, perizinan yang meliputi Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah (SIPPT) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Termasuk pajak pertambahan nilai dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Biaya penyambungan listrik, gambar instalasi listrik dan penyambungan air minum juga akan diminimalkan. "Kami tengah memproses hal tersebut," tutur Djan.
Hasil Sementara Perhitungan Suku Bunga |
Item | BTN | BRI | BNI |
Biaya dana | 4,14% | 2,72% | 1,75% |
Giro wajib minimum | 0,41% | 0,33% | 0,17% |
Overhead | 1,50% | 1,37% | 3,02% |
Risiko | 1,00% | 2,08% | 1,81% |
Profit | 1,50% | 1,00% | 0,50% |
Suku bunga | 8,55% | 7,50% | 7,25% |
Sumber: Kementerian Perumahan Rakyat |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati