Bank umum jadi BPR bila tak penuhi modal Rp 100 miliar



JAKARTA. Tenggat waktu bagi bank umum untuk memenuhi aturan permodalan minimum sebesar Rp 100 miliar tinggal sebentar lagi. Bila bank umum tidak bisa memenuhi aturan tersebut bank umum akan di down grade menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Aturan ini dipertegas dalam Surat Edaran Bank Indonesia (BI) Nomor 12/36/DPNP tertanggal 23 Desember 2010 tentang Perubahan Izin Usaha Bank Umum menjadi Izin Usaha Bank Perkreditan Rakyat secara Mandatory dalam rangka konsolidasi.

Mengutip Statistik Perbankan Indonesia (PI) hingga Oktober masih ada 2 bank umum yang belum memenuhi permodalan Rp 100 miliar. Dimana rata-rata Capital Adequaty Ratio atawa rasio kecukupan modal bank umum ada dikisaran 16,99%.

Dalam Surat Edaran tersebut dijelaskan Bagi Bank Umum dan bank Umum syariah yang mampu memenuhi aturan permodalan tersebut akan diturunkan menjadi BPR. BI mewajibkan bank umum yang jadi bank BPR tersebut untuk melakukan beberapa tindakan.


Yakni, memberitahukan dan mengumumkan perubahan izin usaha Bank Umum menjadi izin usaha BPR atau BPRS kepada seluruh nasabah, menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), menghentikan transaksi produk dan jasa Bank Umum yang dilarang dilakukan oleh BPR, kecuali dalam rangka penyelesaian melaksanakan penyesuaian kegiatan usaha sebagai BPR atau BPRS.

"Perubahan izin usaha Bank Umum menjadi izin usaha BPR atau BPRS ditetapkan dalam Surat Keputusan Gubernur Bank Indonesia," ujar surat edaran yang ditandatangani Direktur Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia Wimboh Santoso.

Terkait penyelesaian sistem pembayaran, BI mewajibkan bank tersebut untuk melakukan 4 hal. Pertama,menutup rekening giro bank di BI dan melakukan penihilan saldo dengan terlebih dahulu memperhitungkan kewajiban pembayaran kepada Bank Indonesia.

Kedua, menghentikan kepesertaan dalam kegiatan sistem pembayaran melalui sistem Real Time Gross Settlement (RTGS), Scriptless Securities Settlement System (BI-S4), Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI), Sistem Informasi Daftar Hitam Nasional (SIDHN) kecuali dalam rangka penyelesaian transaksi yang telah berjalan

Ketiga, menjalankan fungsi Kantor Pengelola Daftar Hitam Nasional (KPDHN) sampai dengan masa sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam Nasional terhadap nasabah Bank Umum yang diubah izin usahanya menjadi BPR atau BPRS berakhir.

Keempat, menghentikan kegiatan bank di bidang Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) dan mewajibkan bank untuk melakukan penyelesaian hak dan kewajiban yang timbul dalam kegiatan APMK, kecuali kegiatan APMK berupa transaksi tunai menggunakan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) yang bersifat stand alone.

Sebelumnya Muliaman D Hadad, Deputi Gubernur Bank Indonesia mengatakan hingga November 2010 masih ada 1 bank yang belum memenuhi permodalan Rp 100 miliar. Namun, bank sentral optimistis bank itu akan bisa memenuhi kewajibannya hingga akhir tahun 2010. Bank tersebut harus memenuhi permodalan minimum Rp100 miliar. "Karena memang pemegang saham sudah komit untuk menambah modal. Jadi saya kira tidak akan dijual," tutur Muliaman.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: