Bankers Dinner pamungkas, RBB jadi hak siapa?



JAKARTA. Jumat pekan lalu (23/11) menjadi malam bersejarah bagi Bank Indonesia (BI). Setelah bertahun-tahun menggelar hajatan Bankers Dinner, bisa jadi itu adalah kali terakhir bagi bank sentral untuk bersantap malam bersapa eksekutif-eksekutif perbankan.

Seperti diketahui, wewenang BI mengawasi perbankan akan dialihkan ke lembaga baru bernama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2014 mendatang. Meski acara tersebut adalah makan malam santai, hal itu tidak mengurangi keseriusan BI untuk menyampaikan beberapa arahan kebijakan strategis regulator untuk industri perbankan di tahun depan.

Sejak jauh-jauh hari pejabat BI sudah menyatakan setidaknya akan merilis lima aturan baru di akhir tahun ini dan tahun 2013. Setelah dihitung-hitung, sebenarnya ada sembilan aturan yang akan diterbitkan oleh BI.


Nah, Bankers Dinner kali ini merupakan momen untuk menjelaskan rencana aturan baru itu kepada para bankir. Ada sembilan aturan baru dalam acara Bankers Dinner yang berlangsung, Jumat (23/11). Apa saja peraturan tersebut?

Peraturan baru yang akan meluncur seminggu lagi berasal dari tiga koridor yang terdapat di BI. Ketiganya adalah Koridor Pemeliharaan Stabilitas Sistem Keuangan, Koridor Penguatan Ketahanan dan Daya Saing Perbankan, dan Koridor Penguatan Fungsi Intermediasi Perbankan. Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution menuturkan, aturan tersebut akan diterapkan pada 2013. Apa saja, ini rinciannya:

1. Penerapan manajemen risiko pada bank yang melakukan pemberian kredit atau pembiayaan pemilikan rumah dan kredit atau pembiayaan kendaraan bermotor. Aturan ini berkaitan dengan Loan to Value dan Down Payment pada kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit kendaraan bermotor (KKB).

2. Pengaturan kegiatan usaha bank berupa penitipan dengan pengelolaan (trust).

3. Penyempurnaan kewajiban penyediaan modal minimum (KPMM) dan kewajiban pemeliharaan capital equivalence maintained assets (CEMA).

4. Penyempurnaan ketentuan fasilitas pendanaan jangka pendek bagi bank umum B. Koridor Penguatan Ketahanan dan Daya Saing Perbankan.

5. Pengaturan kepemilikan saham bank umum (PBI Nomor 14/8/PBI/2012).

6. Pengaturan kegiatan usaha dan perluasan jaringan kantor bank berdasarkan modal.

7. Penyempurnaan ketentuan kepemilikan tunggal pada perbankan Indonesia (single presence policy/SPP) atau aturan izin berjenjang perbankan C. Koridor Penguatan Fungsi Intermediasi Perbankan.

8. Peningkatan akses layanan pemberian kredit atau pembiayaan usaha kecil, mikro dan menengah (UMKM) oleh bank umum.

9. Perluasan akses layanan keuangan melalui branchless banking.

Dalam Bankers Dinner, BI lewat Darmin juga kembali menelurkan petuah agar bank melanjutkan efisiensi perbankan yang sudah berjalan dua tahun terakhir.

Ada yang menilai, hujan aturan ini sengaja ditumpahkan BI menjelang kekuasaannya di perbankan berakhir. Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah menampik anggapan aturan baru ini merupakan sikap reaktif BI menjelang akhir masa pengawasan. “Ini bagian dari pelaksanaan Arsitektur Perbankan Nasional (API) dengan lima pilarnya,” jelas dia. Jadi, ini sebuah rangkaian yang panjang dan tidak tiba-tiba, tandasnya.

Sedangkan Kepala Ekonom Bank Mandiri Group, Destry Damayanti, menilai, setahun menjelang berakhirnya masa pengawasan BI memang merupakan saat yang tepat untuk merilis aturan-aturan baru. Kondisi ekonomi yang masih gonjang-ganjing, peralihan pengawasan bank yang melewati fase Pemilihan Umum 2014, dan pelaksanaan Masyarakat Ekonomi Asia pada 2015 membuat regulator harus antisipatif. Kalau tidak justru terlambat dan membuat OJK harus kerja keras, katanya.

Di sisi lain, industri perbankan juga tumbuh pesat dan butuh pengawasan yang lebih baik. Pengaturan izin berjenjang dengan pembagian zona dan persyaratan di dalamnya bisa memudahkan pengawasan bank.

Kepala Ekonom Danareksa Research Institute Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, rencana aturan baru BI ini relevan dengan kondisi ekonomi terkini dan proyeksinya. Tapi, saya merasa ada kecenderungan BI seperti berupaya memperlambat ekonomi, imbuhnya.

Perjamuan terakhir, RBB bank menjadi hak siapa?

Berniat meneruskan tradisi yang dilakukan BI, OJK akan membuat forum pertemuan yang sama. Muliaman D Hadad, Ketua Dewan Komisioner OJK membocorkan, nama hajatan milik institusinya adalah Executive Gathering. Rencananya, perhelatan akbar perdana milik OJK tersebut akan digelar pada 10 Januari mendatang.

“Awal tahun acara itu akan berjalan,” papar Muliaman.

Dalam pertemuan itu, OJK juga akan menampung masukan dan ide dari para pelaku industri keuangan.

“Kami akan membangun komunikasi dengan industri dan meminta rekomendasi dari pasar terutama dalam rangka harmonisasi sejumlah aturan di bidang keuangan yang menjadi tugas kami di awal,” jelasnya.

Pertanyaannya, Rencana Bisnis Bank (RBB) yang selama ini digunakan BI selain untuk mengontrol perbankan namun juga dijadikan indikator makro ekonomi akan menjadi hak siapa?

Pria yang sebelumnya menjabat sebagai Deputi Gubernur BI tersebut menjawab, BI memang selalu menggunakan RBB untuk menerbitkan kebijakan moneter maupun regulasi perbankan. Tapi hal itu kini sepenuhnya akan menjadi milik OJK.

“Seharusnya segala sesuatu yang menyangkut industri keuangan akan menjadi milik kami. Namun karena RBB juga dibutuhkan oleh BI, OJK selalu akan mengomunikasikannya dengan bank sentral secara baik,” janji Muliaman.

Dulu, acara Bankers Dinner selalu berlangsung di awal tahun. Namun, dua tahun terakhir, BI memajukan waktu pelaksanaan Bankers Dinner menjadi akhir tahun. Tujuannya agar arah kebijakan bank sentral tahun depan bisa langsung diakomodasi oleh para bankir dalam RBB.

Akuisisi Danamon oleh DBS terancam

Langkah Bank Indonesia (BI) merevisi Peraturan Bank Indonesia tentang Kepemilikan Tunggal Perbankan bakal menjadi babak baru bagi pergerakan harga saham PT Danamon Indonesia Tbk (BDMN). Seperti yang diketahui, BI mewajibkan pemodal membentuk holding company berbadan hukum Indonesia jika ingin menguasai lebih dari satu bank di negeri ini.

Menanggapi kebijakan BI ini, Presiden Direktur BDMN Henry Ho bilang akan mempertimbangkan lebih lanjut. Seperti diketahui, DBS juga merupakan pemilik Bank DBS Indonesia. "Saya tidak tahu apakah akan merger atau holding," ujarnya, Sabtu lalu (24/11).

Kilas balik, pada 2 April 2012 lalu, DBS Group Holdings Ltd mengumumkan perjanjian pembelian 67,37% saham Bank Danamon milik Fullerton Financial Holdings Pte Ltd, melalui Asia Financial Indonesia Pte Ltd. Harga akuisisi yang disepakati Rp 7.000 per saham. Aksi ini sontak melambungkan saham BDMN. Sebelum pengumuman, harga saham BDMN masih di level Rp 4.600 (30/3). Setelah DBS mengumumkan aksinya itu, harga BDMN langsung terbang 39,13% menjadi Rp 6.400 (3/4). Jumat lalu (23/11), saham BDMN masih ada di Rp 6.100.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: