Bankir: Asas resiprokal saat ini belum luwes dan bersifat abu-abu



JAKARTA. Bankir mendesak regulator perbankan yaitu Bank Indonesia (BI) segera merevisi dan memperjelas penerapan asas resiprokal. Saat ini, bankir menilai ucapan BI yang akan membatasi pembukaan kantor cabang bank asing di sini masih bersifat abu-abu. Sebaliknya, bank lokal yang ingin melakukan ekspansi ke luar negeri masih sangat kesulitan.

Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), Sofyan Basyir mengatakan, asas resiprokal yang ada saat ini dinilai tidak adil dan justru merugikan bank lokal. “Prinsip keadilan, keluwesan dan prinsip timbal balik belum ada. Kalau sudah ada, tak mungkin BRI setengah mati berupaya memiliki kantor cabang di luar negeri,” tandas Sofyan, Selasa (24/5).

Tak hanya bankir BUMN yang butuh kejelasan, Wakil Direktur Utama PT Bank Permata Tbk (BNLI) Herwidayatmo mengatakan, Permata akan mengikuti peraturan BI nantinya. “Asalkan keputusan itu jelas dan terinci. Berapa besaran atau batasan kepemilikan asing pada saham milik bank lokal,” ujarnya.


Saat ini, sebagian saham milik Permata dikuasai oleh asing. Yaitu Standard Chartered bank sebanyak 4,02 miliar saham atau setara dengan 44,52% dari total saham yang ada. Sisanya dengan jumlah yang sama dikuasai oleh PT Astra International Tbk (ASII) dan 10% sahamnya dikuasai oleh masyarakat.

Sebelumnya, Deputi Gubernur Bank Indonesia Muliaman Darmansyah Hadad menuturkan, akan mengatur lebih jauh mengenai bank yang dimiliki oleh asing di Indonesia. Pasalnya peranan bank asing di Indonesia ternyata berdampak besar terhadap stabilitas keuangan lokal.

“BI memberikan kajian pada pemerintah, bahwa kepemilikan asing di sini harus dikurangi,” ujar Muliaman. Namun BI masih perlu mendeskripsikan bank asing lebih gamblang, apakah bank asing dalam arti kantor cabang atau bank lokal yang dibeli. Sementara itu, DPR RI meminta cabang bank asing dibatasi jumlahnya di tanah air.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: