Bankir minta BI aktif monitor transaksi valas



JAKARTA. Rencana Bank Indonesia (BI) memperdalam pasar keuangan, dengan mendorong bank memperbanyak instrumen lindung nilai atau hedging valas, mendapat sambutan positif bankir. Mereka menilai, langkah ini menopang kebijakan sebelumnya, yang mewajibkan devisa ekspor dan utang luar negeri masuk ke perbankan dalam negeri.

Menurut bankir, dengan adanya rangsangan itu, valas milik eksportir bisa mengendap lebih lama di bank dalam negeri. Jadi, tidak langsung cabut lagi ke luar negeri. Seperti kita tahu, dalam kebijakan devisa ekspor, BI tidak mewajibkan pemilik dana menyimpan valas di dalam negeri untuk kurun waktu tertentu.

Agar hedging valas berjalan sesuai harapan dan tidak menyalahi prinsip kehati-hatian bank, bankir memberikan beberapa masukan. Tigor M. Siahaan, Country Head/Chief Country Officer Citibank Indonesia mengatakan, untuk memaksimalkan potensi hedging valas, BI harus memperjelas rambu-rambu. Tujuannya, meminimalkan risiko dan menutup celah spekulasi.


BI perlu terus menerus memonitor transaksi valas dan bisa menanyakan tujuan dan keperluan si pemilik dana melakukan hedging. "Dalam pengelolaannya BI harus memberikan panduan," tutur Tigor, Rabu (14/12).

Jangka panjang

Jahja Setiaatmadja, Presiden Direktur Bank Central Asia (BCA) menambahkan, ada beberapa instrumen pendongkrak valas yang belum dimanfaatkan bank. Salah satunya pertukaran suku bunga atau interest rate swap. Menurutnya, layanan ini belum berkembang, karena permintaannya masih kecil, bukan karena berisiko.

Direktur Keuangan Bank Rakyat Indonesia (BRI), Achmad Baiquni mengatakan, hedging akan menjauhkan perbankan dari kerugian bila memberikan kredit valas ke nasabah. Dan produk ini juga bisa menjadi sumber fee based income. "Kalau ada produk hedging jangka panjang, eksportir akan menyukainya dan banyak membeli produknya. Ini bagus bagi bank," ujarnya.

Berdasarkan data BI per Oktober 2011, keuntungan transaksi valas perbankan turun 39% menjadi Rp 25,11 miliar. Ini lantaran penguatan rupiah.

Halim Alamsyah, Deputi Gubernur BI mengatakan, BI akan memperdalam penggunaan beberapa instrumen hedging valas. Antara lain, swap jangka panjang, satu tahun sampai dua tahun. Sebelumnya instrumen swap hanya jangka pendek, yakni satu bulan sampai dua bulan.

Jika transaksi ini marak dan pasar keuangan berkembang, BI dapat menentukan asumsi nilai tukar atau kurs rupiah secara berkelanjutan. "Kami tidak mau terlalu banyak intervensi," kata Halim, Rabu (21/12). Swap merupakan tukar menukar valuta dengan valuta lain atas dasar kurs yang disepakati guna mengantisipasi pergerakan nilai tukar di masa yang akan datang.

Difi A Johansyah, Kepala Biro Humas BI, menuturkan, perbankan enggan memberikan layanan swap ke pengusaha karena premi atau ongkos penjaminannya lebih mahal dibanding bank di negara lain. Artinya, tidak kompetitif. Ini lantaran terbatasnya pasokan valas di sini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Djumyati P.