Bankir mulai melirik kredit sektor komoditas



Jakarta. Bank papan atas akan melihat peluang untuk pemberian kredit pada sektor komoditas. Pasalnya, harga komoditas seperti timah, batubara, sawit dan nikel mulai naik karena mulai ada permintaan jelang akhir tahun 2016 ini.

Herry Sidharta, Direktur Bisnis Banking I Bank Negara Indonesia (BNI) mengatakan, jika harga dan permintaan komoditas naik pasti semua kredit komoditas akan naik. Langkah selanjutnya, bank tinggal mempersiapkan skim kredit komoditas yang lebih sesuai dengan pola bisnis komoditas yang naik dan turun.

Nah, harga komoditas yang mulai naik membuat BNI untuk pilih-pilih komoditas mana yang masih potensial untuk dibiayai. “Setidaknya, kami memprediksi kredit komoditas akan tumbuh sekitar 7% di tahun 2017,” kata Herry, kepada KONTAN, Senin (21/11).


Kuswiyoto, Direktur Kelembagaan Bank Rakyat Indonesia (BRI) menyampaikan, untuk sektor komoditas, BRI masih akan banyak mengalirkan kredit ke agribisnis utamanya produk seperti kepala sawit dan turuannya. “Tahun 2017 memang kami proyeksikan masih akan tumbuh namun sangat selektif,” ucapnya.

Sektor komoditas menjadi bagian kredit korporasi BRI. Lanjutnya, BRI menargetkan kredit korporasi akan tumbuh tidak lebih dari 10% di tahun 2017 karena perusahaan masih fokus meyalurkan kredit ke usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Sedangkan, porsi kredit komoditas tak begitu besar pada kredit korporasi.

Sependapat, Anita Siswadi, Direktur Wholesale Banking Bank Permata menuturkan, sektor komoditas mulai membaik setelah minus. Namun, perusahaan akan selektif dalam menyalurkan kredit ke sektor ini seperti aliran kredit tak akan besar, hanya nasabah existing yang akan menerima, dan selektif pemilihan sektornya.

Misalnya, sektor komoditas yang masih potensial adalah sawit, dan repanting seperti pembangunan pabrik kelapa sawit, dan usaha pemeliharaan kebun sawit. Meksipun masih dalam proses anggaran namun perusahaan tengah memprediksi masih ada pertumbuhan. “Kami memperkirakan kredit komoditas dapat tumbuh 5%-8% di tahun depan,” ujar Anita.

Agus D.W Martowardojo, Gubernur Bank Indonesia memprediksi harga-harga ekspor komoditas akan terus mengalami perbaikan. Misalnya, harga ekspor komoditas andalan Indonesia akan naik sekitar 4,4%-6,9% di tahun 2016 dari rata-rata harga ekspor komoditas naik 3,2% di Oktober 201 dari kenaikan harga 0,8% di September 2016.

Meskipun harga ekspor komoditas sudah naik namun secara volume belum naik. Pasalnya, para korporasi masih berhati-hati dalam menjalankan usaha ini.

Berdasarkan data Statistik Perbankan Indonesia (SPI) kredit ke pertambangan dan penggalian masih turun 16,54% menjadi Rp 116,08 triliun per September 2016 dibandingkan posisi Rp 139,00 triliun per September 2015. Kontribusi kredit sektor ini hanya 2,73% terhadap total kredit senilai Rp 4.243,80 triliun per September 2016.

Kredit pertambangan dan penggalian yang minus itu membuat rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) pada segmen ini sebesar 6,38% atau senilai Rp 7,41 triliun per September 2016. Angka NPL itu lebih tinggi dari rasio NPL pertambangan dan penggalian sebesar 3.19% atau senilai Rp 4,46 triliun per September 2015.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto