Bankir: Penurunan bunga acuan belum berdampak pada NIM perbankan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kendati Bank Indonesia (BI) sudah menurunkan tingkat bunga acuan BI 7 day reverse repo rate (7DRRR), tingkat margin bunga bersih perbankan masih belum banyak bergerak.

Hal ini tercermin pada Statistik Perbankan Indonesia (SPI) yang dirilis oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mencatatkan net interest margin (NIM) per Juli 2019 betah di level 4,9%.

Dibandingkan dengan periode sebelumnya, posisi tersebut relatif stagnan sejak bulan Mei 2019. Walau naik dari April 2019, NIM di periode akhir Juli 2019 turun cukup banyak dari periode Juli 2018 sebesar 5,12%.

Wajar saja, hingga Juli 2019 tercatat pendapatan bunga bersih (net interest income/NII) perbankan hanya tumbuh 3,41% secara year on year (yoy) menjadi Rp 364,33 triliun. Sementara rata-rata aset produktif perbankan tumbuh 8,07% yoy.

Bila dirinci berdasarkan kategori bank umum kelompok usaha (BUKU), kategori BUKU III bisa jadi penyebab rendahnya NIM perbankan. Tercatat pada Juli 2019 NIM BUKU III ada di level 3,98%, realisasi ini merupakan yang paling rendah dibandingkan kategori BUKU I, II dan IV.

Sejumlah bank yang dihubungi Kontan.co.id mengakui bahwa tren NIM tengah menurun. Direktur PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) Mahelan Prabantarikso menuturkan pada akhir Agustus 2019 NIM BTN berada di posisi 3,52%. Menurun jika dibandingkan pada periode yang sama tahun lalu yang sebesar 4,25%.

Menurut Mahelan, penurunan NIM tersebut utamanya diakibatkan oleh kenaikan suku bunga acuan BI yang terjadi pada akhir tahun 2018 yang hingga kini masih terasa efeknya.

Ia mengatakan, tren penurunan NIM bisa saja berlanjut. Namun, hal tersebut sangat bergantung pada kondisi pasar terutama dari sisi biaya dana (cost of fund/CoF). "BTN tetap berupaya untuk menurunkan CoF dengan merekomposisi deposito berbiaya mahal," ujarnya Minggu (6/10).

Lewat rekomposisi pendanaan ini, bank bersandi saham BBTN ini berharap penyesuaian suku bunga kredit dapat terjadi sehingga mampu lebih banyak menghasilkan kredit.

Baca Juga: Bunga acuan turun, pertumbuhan deposito perbankan ikut menciut

Namun, ia menegaskan sulit bagi perbankan untuk menurunkan bunga kredit. Alasannya, ketika BI menaikkan bunga acuan sebanyak enam kali dari 4,25% menjadi 6%, BTN tidak serta merta langsung melakukan penyesuaian suku bunga kredit guna mengendalikan risiko kredit.

Sebelumnya, BTN berharap di akhir tahun NIM bisa terjaga di posisi 4%. Salah satu upayanya yakni dengan fokus pada perbaikan dan efisiensi dari struktur beban bunga.  "Meningkatkan average balance segmen mass, meningkatkan akusisi nasabah baru di segmen emerging affluent dan affluent melalui fitur digital banking, ini salah satu strategi kami," tuturnya.

Di lain pihak, Direktur Keuangan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk (Bank Jatim) Ferdian Timur Satyagraha juga menyadari tren penurunan NIM. Catatan Bank Jatim menunjukkan, per Agustus 2019 NIM ada di level 6,23%. Meskipun tinggi, posisi tersebut turun jika dibanding periode tahun sebelumnya 6,45%.

Ferdian menyebut, penurunan tersebut diutamakan oleh adanya promosi kredit yang dilakukan Bank Jatim. "Akibatnya pendapatan bunga kami sedikit turun," terangnya. 

Meski begitu, pihaknya yakin posisi NIM akan ada di kisaran 6,2% pada akhir tahun.

Target tersebut menurutnya dapat tercapai lewat penekanan biaya dana bank lewat promosi produk tabungan. Adapun, akhir 2019 ini Bank Jatim menargetkan CoF ada di posisi 3,07%. Sementara hingga Agustus 2019 posisi CoF Bank Jatim ada di level 3,11%.

Baca Juga: Suku bunga acuan turun terus, NIM perbankan bisa menggemuk

Jauh berbeda dibandingkan industri, PT BPD Sumatera Utara (Bank Sumut) malah mencatatkan NIM tinggi sebesar 7,15% di akhir Agustus 2019. "Ada peningkatan seiring dengan peningkatan penyaluran kredit komersial dan kami terus lakukan upaya sampai dengan Desember 2019," ujar Sekretaris Perusahaan Bank Sumut, Syahdan Siregar.

Ia juga menjelaskan, lewat penurunan tingkat bunga simpanan pasca BI rate turun khususnya deposito, Bank Sumut percaya diri NIM pada akhir tahun akan menjadi 7,7%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi