KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) akan meluncurkan kebijakan baru terkait makroprudensial tahun ini Bank Indonesia (BI) akan meluncurkan kebijakan baru terkait makroprudensial tahun ini. Salah satu fokus utama bank sentral antara lain kebijakan mengenai rasio intermediasi makroprudensial (RIM) dan penyangga likuiditas makroprudensial (PLM). Gubernur BI Agus Martowardojo menjelaskan dalam ketentuan RIM pihaknya membatasi kondisi likuiditas yakni RIM agar berada di kisaran 80%-92%. Agar bank mau menjalankan fungsi intermediasi alias gencar memberikan kredit namun memenuhi aspek kehati-hatian, BI akan menjatuhkan disinsentif pada bank jika RIM berada di bawah atau di atas kisaran tersebut. Menanggapi aturan tersebut, sejumlah bankir yang dihubungi Kontan.co.id, Rabu (21/2) menyambut positif kebijakan tersebut.
PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) misalnya yang mengatakan kebijakan RIM yang digagas BI bertujuan untuk bank-bank yang rasio kredit terhadap pendanaannya alias
loan to funding ratio (LFR) berada di kisaran 80% sampai 92% agar lebih efektif. Sementara, bagi bank-bank yang memiliki LFR di atas level tersebut praktis tidak ada manfaat yang signifikan. Malah, BI dinilai ingin mendorong tingkat aktifitas penerbitan dan pembelian obligasi korporasi dengan aturan tersebut. Pasalnya, menurut Direktur Keuangan BTN Iman Nugroho Soeko, bank yang besaran RIM berada di atas ketentuan, akan menjual portofolio obligasi korporasi yang dimiliki. "Intermediasi perbankan sekarang diukur bukan hanya dari pemberian kredit secara langsung kepada debitur, tapi bisa juga dengan membeli surat berharga korporasi yang diterbitkan melalui pasar modal," kata Iman. Langkah yang diambil BI menurut Iman sangat baik apalagi bila dilihat dari kacamata pendalaman sistem keuangan. Hal ini menurut bank bersandi saham
BBTN ini dapat mengurangi fragmentasi di pasar. Alhasil, perbankan dan pasar modal menjadi lebih terintegrasi satu sama lain. Tetapi, untuk PLM pihaknya menilai hanya penamaan kembali alias rebranding dari nama kebijakan sebelumnya yakni giro wajib minimum (GWM) sekunder. Khususnya bagi perbankan konvensional. Kendati dinilai bakal lebih meningkatkan pendalaman pasar keuangan, bank spesialis penyalur pembiayaan perumahan ini berharap dalam kebijakan RIM tersebut BI dapat mengukur sekuritisasi aset perumahan sebagai kompenen kredit. Iman mengatakan, kepemilikan efek beragun aset surat partisipasi (EBA-SP) selayaknya diukur sebagai komponen kredit agar mendorong segmen pasar sekunder perumahan. "Penting sekali diakui kepemilikan EBA-SP sebagai kompenen kredit dalam RIM agar pasar sekunder perumahan bisa tumbuh dan juga memperdalam sistem keuangan Indonesia," tuturnya. Sementara itu, Direktur Utama PT Bank Mayapada Internasional Tbk (
MAYA) Hariyono Tjahjarijadi enggan berkomentar lebih banyak tentang kebijakan yang akan diluncurkan tersebut.
Menurutnya, saat ini aturan tersebung masih dalam tahap finalisasi sehingga belum dapat dipastikan seperti apa ketentuan yang dimaksud oleh abnk sentral. Hanya saja, bank milik taipan Dato Tahir ini yakin bahwa aturan yang dikeluarkan regulator sistem pembayaran tersebut akan ramah terhadap pasar, dan mampu membuat tatanan makroprudensial lebih solid. "Saya yakin (RIM dan LPM) akan membuat industri bank dan pasar keaungan menjadi lebih pruden dan solid," kata Hariyono. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia