Bankir: Uang elektronik bukan instrumen DPK



KONTAN.CO.ID - Sejumlah bankir menepis rencana penggunaan dana dari kartu prabayar atau uang elektronik sebagai instrumen dana pihak ketiga (DPK).

Pasalnya sampai saat ini, pihak bank penerbit uang elektronik belum menerima aturan tertulis mengenai hal tersebut.

Meski begitu, Senior Executive Vice President (SEVP) Teknologi Informasi (TI) PT Bank Negara Indonesia Tbk Dadang Setiabudi mengatakan, saat ini pihak regulator memang sedang melakukan kajian beberapa hal terkait bisnis model sistem pembayaran.


Salah satunya antara lain mengenai pengenaan biaya administrasi pengisian saldo uang elektronik atau fee top up. Hal ini pun sampai saat ini masih sebatas wacana.

"Dalam PBI (Peraturan Bank Indonesia) telah diatur bahwa dana dari kartu prabayar adalah kewajiban segera dan bukan dicatat sebagai DPK. BNI mengikuti ketentuan yang ditetapkan regulator," kata Dadang kepada KONTAN, Rabu (13/9).

Sebagai informasi saja, sampai saat ini BNI telah menerbitkan sedikitnya 1,5 juta uang elektronik BNI atau TapCash.

Lanjut Dadang, saat ini, transaksi Tapcash berkisar antara 1,5 juta hingga 2 juta transaksi per bulan.

Senada, bank penerbit uang elektronik lain yakni PT Bank Central Asia Tbk (BCA) mengatakan uang elektronik memang tidak termasuk dalam kategori DPK.

"Flazz (uang elektronik BCA) adalah kategori uang elektronik dan bukan DPK. Jadi memang tidak diperhitungkan di dalam LDR (loan to deposit ratio)," tutur Direktur BCA Santoso Liem.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie