Bantu warga Gunung Kidul kembangkan budidaya lele



Di usia yang relatif muda, Adhita Sri Prabakusuma sukses mengembangkan usaha budidaya lele di bawah bendera usaha CV Handayani Cemerlang. Perusahaan yang didirikan pria berumur 24 tahun ini bukan hanya untuk meraup untung.

Tapi juga, sebagai sarana memberdayakan masyarakat sekitar tempat tinggalnya di Gunung Kidul, Yogyakarta. Lewat tangan dingin Adhita, kondisi para petani lele yang sebelumnya terpuruk kini mulai bangkit kembali.

Ceritanya bermula pada 2010. Adhita yang saat itu masih duduk di tingkat akhir Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) melihat kondisi para petani lele di daerahnya tengah diliputi awan mendung.


Para petani kesulitan mengembangkan usaha lantaran harga pakan melambung tinggi. Mereka juga kesulitan mendapatkan benih. Kalau pun ada, tempatnya jauh, sehingga tingkat kematian benih tinggi.

Alhasil, ratusan peternak gulung tikar. Padahal, sekitar 60% masyarakat Gunung Kidul menggantungkan hidup sebagai petani, juga usaha budidaya lele.

Melihat hal itu, Adhita tidak berdiam diri. Meski masih mahasiswa, ia sudah tergerak untuk membantu petani yang gulung tikar. Langkah awal yang dilakukannya adalah memenuhi kebutuhan pakan ikan.

Untuk itu, Adhita merancang sebuah mesin pembuat pakan. Hasil produksi pakan yang dijual ke petani dengan harga murah. “Kalau beli di pabrik, harganya Rp 8.500 per kilogram (kg). Tapi beli ke saya hanya Rp 5.000 per kg,” ujarnya.

Adhita juga tergerak untuk membantu penyediaan benih lele dengan membuka usaha pembenihan. Di sektor hilir, ia juga aktif mendorong petani untuk mengolah lele menjadi abon, sehingga nilai jualnya lebih tinggi.

Apalagi, selama ini, tidak semua lele hasil budidaya terserap pasar. Usaha Adhita itu tidak sia-sia. Kini, sekitar 100 petani ikut dalam program pemberdayaan yang dikembangkan Adhita.

Mereka tersebar di lima kecamatan di Gunung Kidul dan terbagi dalam 10 kelompok plasma. Delapan kelompok terdiri dari para pria yang mendapat bantuan benih, pakan, terpal, dan pemasaran.

Sementara dua kelompok lain terdiri dari wanita yang mendapat bantuan pengolahan indukan lele menjadi abon. Kelompok plasma ini bisa menghasilkan omzet sekitar Rp 20 juta per bulan.

Di luar plasma, Adhita juga memiliki inti plasma yang meliputi 29 kolam. Untuk mengelola kolam ini, ia memberdayakan 17 petani. “Kami berikan mereka satu kolam untuk dikelola sendiri dan seluruh keuntungan untuk mereka,” katanya.

Atas upaya ini, Oktober lalu, Adhita meraih juara I kategori Pertanian Semi-Established dalam program "Mandiri Bersama Mandiri Challenge" yang diselenggarakan Bank Mandiri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Havid Vebri