Jakarta. Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada (KCKG) masih akan konsisten menjalani proposal perdamaian yang telah
homologasi. Meskipun, saat ini ada upaya pembatalan perdamaian itu di pengadilan. "Kami menghargai adanya upaya hukum yang diajukan oleh para mitra tapi kami masih akan akan tetap konsisten dengan jalur perdamaian," ungkap kuasa hukum KCKG Fredie Soethiono seusai persidangan, Senin (1/8). Sekadar tahu saja, sidang lanjutan pembatalan perdamaian yang diajukan dua mitra KCKG itu dilanjutkan kembali oleh majelis hakim Senin (1/8). Pihak koperasi telah hadir setelah dilakukan pemanggilan kedua oleh pengadilan.
Fredie pun mengakui saat ini pihaknya merasa kesulitan untuk menjalani isi proposal, karena prinsipal atau pengurus koperasi Adianto Setiabudi sedang dalam tahanan. "Saya juga sangat sulit untuk melakukan komunikasi dengan prinsipal yang posisinya berada di Cirebon," tambahnya. Namun, Fredie enggan berkomentar lebih jauh soal alasan-alasan yang diajukan kedua mitra atas pembatalan homologasi itu. Ia berasalan, perlu bicarakan lebih lanjut oleh prinsipal karena baru ditunjuk dan menerima sebagai kuasa KCKG. Kendati begitu, ia mengaku komunikasi antara koperasi dengan para mitra yang bergabung dalam Komite Investasi Mitra Usaha (KIMU) masih terus berlangsung. Dalam kesempatan yang sama salah satu mitra KCKG yang juga sekaligus sebagai pemohon pembatalan perdamaian Riza Rahmat mengatakan pailit memang jalan yang tepat bagi debitur. Dirinya sudah terlanjur kecewa dengan pihak koperasi yang tidak kooperatif dalam menjalani homologasi. Sebab, satu per satu aset perusahaan telah hilang terjual. Hasil penjualan aset itu pun diakuinya tidak sampai ke tangan para mitra. Diketahui aset yang telah hilang itu meliputi, Hotel Legian Bali, SPBU yang terletak di pasar Koja, Bandung, Hotel di Pangandaran, dan beberapa bidang tanah. "Lalu mau bayar pakai apa? Kalau asetnya memang tidak ada, lebih baik aset jatuh ke tangan hukum yang sah yakni kurator untuk diberdayakan untuk para mitra," ungkap Riza kepada KONTAN. Menurut Riza, saat ini aset yang masih tersisa adalah beberapa tanah, bangunan, dan sejumlah kekayaan yang telah disita oleh kepolisian. Riza membantah sebagai anggota KIMU, karena dirinya tidak pernah menerima surat pengangkatan maupun surat tugas. "Saya bukan anggota KIMU, saya mitra dan salah satu kreditur dari KCKG," tegasnya. Sekadar informasi Riza dan Irene Bela merupaka dua kreditur yang melayangkan gugatan pembatalan lantaran pihak KCKG tidak menjalankan beberepa ketentuan dalam proposal perdamaian yang telah dihomogasi 23 Juli 2014.
Ketentuan yang tak dijalankan itu meliputi, KCKG yang tak menyerahkan seluruh dokumen yang terkait dengan data-data piutang, aset yang termasuk di dalamnya PT Pooling Aset. Sekadar tahu saja, PT Pooling Aset merupakan istilah dari usaha-usaha yang berada di bawah naungan Cipaganti Group yang akan dikembalikan sebagai unit usaha otonom koperasi. Dalam proposal perdamaian disebutkan, data-data tersebut sangat diperlukan untuk mempermudah pengawasan dan pengelolaan aset, tapi saat ini data tersebut belum debitur berikan. Tak hanya itu, kedua pemohon juga mengklaim usaha-usaha yang berada di bawah naungan Cipaganti Group belum seluruhnya sebagai unit usaha otonom koperasi. Kemudian, KCKG juga dinilai telah melakukan penjualan aset yang bukan kepentingan mitra koperasi dan hasilnya tak dibayarkan kepada para mitra. Hal itu yang menyebabkan hingga saat ini pembayaran yang dilakukan kepada para mitra sebesar 0,3% dan belum bertambah. Dengan demikian, ia berpendapat KCKG telah melakukan ingkar janji alias wanprestasi. Apalagi saat ini, para pengurus KCKG telah terbukti melakukan tindak pidana penipuan dan penggelapan, setelah adanya putusan berkekuatan hukum tetap di Pengadilan Negeri Bandung. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Adi Wikanto