KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan adanya peluang untuk merelaksasi ketentuan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 71. Hal ini dilakukan sebab, dari pantauan Otoritas, masih banyak bank kecil, terutama di kelas Bank Umum Kelompok Usaha (BUKU) 1, dan BUKU 2 yang belum siap menerapkannya. “Bank besar sudah sudah
comply, karena dia mungkin punya variabel modal, teknologi, SDM. Kebanyakan memang yang belum itu menengah ke bawah, katakanlah BUKU I dan BUKU II. Seperti BPD di luar Jawa itu banyak di sana,” kata Analis Eksekutif Senior Deputi Komisioner Pengawas Perbankan IV OJK Roberto Akyuwen kepada Kontan.co.id di Jakarta, Rabu (20/3). Roberto menambahkan, sejatinya sejak 2017 Otoritas telah menjabarkan peta jalan implementasi PSAK 71. Misalnya persiapan awal pada 2017, mulai melaksanakan analisis jenjang dengan ketentuan sebelumnya: PSAK 55, dan melakukan simulasi dampak hingga semester 1/2018.
Sementara sejak semester 2/2018 hingga semester 2/2019 bank mesti menyiapkan rencana implementasinya. Agar pada Januari 2019, PSAK 71 bisa dijalankan semua bank umum konvensional. Kesiapan bank sendiri akan setidaknya bisa dipantau Otoritas, saat menerima rencana bisnis bank (RBB). Sedangkan terkait konteks masih banyak bank kecil yang belum memenuhi peta jalan sesuai jadwal, Roberto bilang bank-bank tersebut kemungkinan dapat diberikan relaksasi. “Pasti (direlaksasi), nanti akan ada forum misalnya dengan BPD, saya akan tanyakan, meskipun sudah lewat waktunya masih bisakah melakukan
gap analysist? Jika belum apa kendalanya? Jadi bukan cuma
comply soal waktu, tapi apa alasannya?” Lanjutnya. Relaksasi makin berpotensi terjadi, sebab Roberto juga bilang Otoritas juga telah menyiapkan sanksi bagi bank yang tak memenuhi ketentuan tersebut. Baik berupa administratif, maupun sanksi moneter. Ketentuan PSAK 71 sendiri merupakan instrumen baru yang kelak akan menggantikan PSAK 55. Ada dua poin utama yang membedakannya. Pertama terkait akuntansi lindung nilai, kedua ihwal perhitungan soal cadangan kerugian pengurangan nilai (CKPN). Hal ini yang bikin bank kesulitan. Sebab, dengan PSAK 71, bank mesti menyiapkan CKPN lebih lantaran dihitung melalui konsep
expected loss. Artinya bank harus menyiapkan CKPN sejak kredit diberikan. Ini berbeda dengan PSAK 55, dimana CKPN baru dibentuk ketika terjadi keterlambatan pembayaran. “Kami belum memiliki perhitungan CKPN yang pasti, meskipun kami memang mengantisipasi bahwa akan diperlukan peningkatan,” kata Direktur Keuangan PT Bank Sahabat Sampoerna Henky Suryaputra kepada Kontan.co.id. Hitung-hitungan CKPN baru ini pun sejatinya tak cuma buat sulit bank kecil. Presiden Direktur PT Bank OCBC NISP Tbk (
NISP) Parwati Surjaudaja juga mengakui saat ini perseroan yang masuk kelas BUKU 3 ini belum rampung menyusun kalkulasi CKPN baru. Di sisi lain, penambahan CKPN justru berpotensi menggerus laba. PT Bank Mayapada Tbk (
MAYA) contohnya, dari laporan keuangan Desember 2018, laba bersih perseroan merosot 54% (yoy) menjadi Rp 579,09 miliar. Sementara pada Desember 2017 laba bersihnya mencapai Rp 894,84 miliar. “Akhir 2018 kami menambah CKPN sebesar Rp 500 miliar, karena mulai tahun depan sudah akan implementasi PSAK 71, dan tahun ini pun akan kami akan tambah CKPN lagi,” Kata Direktur Utama Mayapada Hariyono Tjahriyadi.
Namun, hal tersebut nyatanya tak selalu terjadi. PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk (
BJTM) justru meningkatkan laba perseroan. Direktur Keuangan Bank Jatim Ferdian Timur Satyagraha bilang, implementasi PSAK 71 yang sudah dilakukan sejak November 2018 lalu justru berkontribusi terhadap laba bersih perseroan pada 2018 yang mencapai Rp 1,26 triliun “Di kami justru menambah laba sekitar Rp 34 miliar, karena pencadangan kami sangat baik. Tahun ini pun kami masih menargetkan pertumbuhan laba bersih minimal 7,5 %(yoy),” katanya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi