Banyak barang impor tak terdeteksi masuk, kebijakan post border perlu ditinjau



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Piter Abdullah menilai kebijakan post border perlu ditinjau ulang. Sebab dia menduga banyak impor yang tidak terdeteksi ikut masuk. "Ini salah satu penyebab melonjaknya impor di tahun kemarin dan defisit neraca perdagangan kita melebar," jelas Piter saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (5/3).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor tahun 2018 mencapai US$ 180,06 miliar sedangkan impor mencapai US$ 188,63 miliar. Ekspor dan impor masing-masing tumbuh 6,65% dan 20,15% secara tahunan. Angka pertumbuhan tersebut menunjukkan ketimpangan, laju impor tinggi sedangkan laju ekspor lambat.

Kondisi ini berbeda dengan tahun 2017 yang ekspor mencapai US$ 168,83 miliar atau tumbuh 16,22% secara tahunan, sedangakan impor mencapai US$ 156,99 miliar atau hanya tumbuh 15,66%. Tahun 2017 laju impor lebih rendah dari pada laju ekspor meskipun tidak terlalu signifikan.


Kebijakan post border ini ada dalam paket kebijakan ekonomi (PK) XV. Kebijakan ini dibuat pemerintah dengan tujuan mendukung iklim investasi, menurunkan biaya logistik dan menurunkan dwelling time.

Melalui kebijakan ini, pemerintah menargetkan barang impor yang tergolong lartas di border berkurang menjadi 20,8% atau hanya 2.256 harmonized system (HS) saja, dari sebelumnya sebesar 48,3% atau 5.229 HS. Dengan perbandingan rata-rata negara ASEAN menetapkan lartas di border sekitar 17% kode HS.

Kepala Subdirektorat Jenderal (Kasubdit) Humas Bea Cukai Kementerian Keuangan Deni Surjantoro menjelaskan hingga saat ini pengurangan lartas memang tidak bia dilakukan secara langsung. Harus secara perlahan. Dia juga menegaskan untuk kesehatan, keamanan termasuk anti teror, dan lingkungan hidup masih masuk dalam pengawasan lartas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli