JAKARTA. Bank Indonesia (BI) masih menemukan kendala dalam penerapan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 13/20/PBI/2011 yang mewajibkan eksportir menyetor Devisa Hasil Ekspor (DHE). Salah satunya, terkendala jaringan eksportir di tingkat internasional. Direktur Eksekutif Departemen Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter BI, Perry Warjiyo mengatakan masalah tersebut karena perusahaan multinasional Indonesia memiliki Induk usaha di luar negeri dan pabrik di Indonesia. Sementara rekening antar bank tersebar. "Namun, secara umum sudah banyak perusahaan yang melapor," ujarnya, Jumat (22/6). Perry bilang untuk meningkatkan kesadaran eksportir, BI akan terus meningkatkan sosialisasi dengan eksportir dan akan memberikan sanksi tegas kepada eksportir yang belum menyetorkan DHE pada tanggal 2 Juli. "Peraturannya sudah jelas tinggal kita lihat implementasinya," tambahnya.
PBI tentang DHE mengatur bahwa eksportir wajib menerima seluruh DHE melalui bank devisa di Indonesia paling lama 90 hari setelah tanggal Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB). Apabila pada 2 Juli 2012 eksportir mengabaikan PBI ini, maka bank sentral akan memberikan sanksi administratif mulai dari Rp10 juta hingga Rp100 juta. Grup Head Wholesale Transaction Bank Mandiri Andrijanto mengatakan perbankan masih mengalami kesulitan dalam untuk mengidentifikasi DHE. Pasalnya, eksportir bisa saja membuat PEB langsung dengan Bea Cukai dan ada eksportir yang menggunakan mekanisme transfer to transfer (T/T) sehingga bank hanya menerima transferan dana milik eksportir tanpa menyerahkan dokumen pada bank. "Dalam mekanisme ini bank tidak bisa membuka data PEB dan mencocokkannya dengan DHE karena ada Undang-Undang kepabeanan yang melarangnya. Yang bisa membuka data hanya BI, Bea Cukai dan Badan Pusat Statistik (BPS)," ujarnya.