KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peringatan tentang bahaya senyawa Bisphenol A (BPA) yang bisa luruh dari kemasan plastik keras polikarbonat mengemuka di seluruh dunia. Mayoritas penggunaan air kemasan Indonesia masih menyandarkan kemasannya pada galon polikarbonat, yang terbuat dari polimer plastik ber-zat aditif BPA. BPA juga biasa digunakan dalam lapisan kaleng makanan untuk memperlambat korosi. Polikarbonat juga dipakai sebagai material berupa bahan atap dan penutup pagar. Begitu tingginya kekhawatiran global pada senyawa BPA, 12 tahun lalu Badan Kesehatan Dunia (WHO) sampai mengundang 30 pakar dari Kanada, Eropa dan Amerika Serikat dalam sebuah forum panel di Ottawa, Kanada. Para pakar menelusuri berbagai penelitian tentang dampak BPA terhadap kesehatan. “Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa dalam kadar yang rendah sekalipun, BPA bisa memberikan efek negatif bagi kesehatan. Di antaranya dapat memicu kanker payudara, obesitas, pubertas dini, impotensi dan gangguan kesehatan lainnya,” tulis WHO dalam laporannya.
Banyak Dibatasi di Berbagai Negara, Benarkah BPA Bisa Memicu Kanker?
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peringatan tentang bahaya senyawa Bisphenol A (BPA) yang bisa luruh dari kemasan plastik keras polikarbonat mengemuka di seluruh dunia. Mayoritas penggunaan air kemasan Indonesia masih menyandarkan kemasannya pada galon polikarbonat, yang terbuat dari polimer plastik ber-zat aditif BPA. BPA juga biasa digunakan dalam lapisan kaleng makanan untuk memperlambat korosi. Polikarbonat juga dipakai sebagai material berupa bahan atap dan penutup pagar. Begitu tingginya kekhawatiran global pada senyawa BPA, 12 tahun lalu Badan Kesehatan Dunia (WHO) sampai mengundang 30 pakar dari Kanada, Eropa dan Amerika Serikat dalam sebuah forum panel di Ottawa, Kanada. Para pakar menelusuri berbagai penelitian tentang dampak BPA terhadap kesehatan. “Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa dalam kadar yang rendah sekalipun, BPA bisa memberikan efek negatif bagi kesehatan. Di antaranya dapat memicu kanker payudara, obesitas, pubertas dini, impotensi dan gangguan kesehatan lainnya,” tulis WHO dalam laporannya.