Banyak fiktif, pengusaha wajib registrasi ulang



BOGOR. Ketidakdisiplinan Pengusaha Kena Pajak (PKP) dalam proses administrasi perpajakan kini disorot Direktorat Jenderal Pajak. Mulai Februari ini, seluruh PKP yang sudah terdaftar wajib registrasi ulang sebagai PKP. Hal ini tercetus karena dari 680.000 pengusaha yang terdaftar sebagai PKP, hanya 290.000 pengusaha yang melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Jumlah pelaporan SPT yang cuma 42% dari seluruh PKP terdaftar membuat Ditjen Pajak kesulitan melakukan pengawasan dan tidak fokus dalam mengejar pemasukan negara dari PPN. Sedangkan sisanya yang tidak melakukan pelaporan SPT bisa jadi PKP fiktif yang sebenarnya sudah tidak memiliki usaha namun masih terdaftar. Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak Dedi Rudaedi mengatakan aturan yang mewajibkan seluruh PKP mendaftar ulang termuat dalam beleid Per 5/PJ/2012 per tanggal 3 Februari lalu. Dedi bilang, registrasi ini penting karena PKP wajib memungut PPN per tahunnya. “Yang paling penting juga adalah SPT. SPT kena pajak ini per bulannya harus dilaporkan,” katanya dalam acara Kelas Pajak Bagi Wartawan di Bogor, Sabtu (12/2). Catatan Ditjen Pajak, jumlah PKP terus meningkat Per 31 Desember 2011, jumlah PKP terdata sekitar 700.000, meningkat dari posisi April 2011 yang sebanyak 684.000 PKP. Dari jumlah PKP yang melakukan penyerahan SPT per April tahun lalu, negara mendapat pemasukan sebesar Rp 300 triliun. Setiap tahunnya jumlah PKP bertambah sekitar 10.000 hingga 20.000 pengusaha. Hestu Yoga Saksama, Kepala Sub-Direktorat Peraturan PPN Perdagangan, Jasa dan Pajak Tidak Langsung Lainnya Direktorat Peraturan Perpajakan I mengatakan, tidak validnya data PKP dengan PKP yang melaporkan SPT ini bisa saja disebabkan karena usaha PKP sudah bangkrut atau pindah lokasi usaha, tetapi belum mengajukan pencabutan PKP di alamat lamanya. “PKP yang menyampaikan SPT kurang dari separuhnya. Apakah separuhnya itu (yang tidak lapor SPT) nilep PPN? Bisa ya bisa juga tidak,” katanya. Hestu menjelaskan, proses registrasi ini akan dilakukan mulai Februari hingga Agustus mendatang. Nantinya Ditjen Pajak akan melakukan registrasi dengan verifikasi administratif dan verifikasi lapangan. Hal ini untuk mencabut atau menetapkan PKP. “Intinya, kita ingin mendapatkan PKP terdaftar yang keberadaan dan atau kegiatan usahanya telah diyakini kebenarannya. Kalau enggak jelas, cabut saja,” tandasnya Verifikasi administratif itu, tambah Hestu, dilakukan untuk PKP yang memenuhi kriteria PKP pindah alamat, PKP pemusatan, dan PKP yang tidak lagi memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sebagai PKP. Nah, sementara verifikasi lapangan akan disinergikan dengan sensus pajak nasional yang akan berlangsung di bulan April. “Kebanyakan PKP yang sudah bangkrut itu tidak peduli lagi, tidak mau cabut. Jadinya menyampah,” katanya. Masalah administrasi PPN yang belum tertib ini juga disinyalir menjadi salah satu penyebab melesetnya pencapaian penerimaan PPN tahun lalu. Soalnya, PKP fiktif juga bisa menjadi peluang munculnya faktur fiktif yang merugikan negara. Catatan saja, realisasi penerimaan PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) mencapai Rp 277,73 triliun atau kurang Rp 21 triliun dari target sebesar Rp 298,44 triliun. “PPN kita kurang dari sisi pencapaian. Ini menjadi cambuk bagi kami. Kita fokus ke pembenahan di sistem administrasinya,” tambanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Djumyati P.