JAKARTA. Bank Indonesia (BI) mencatat arus modal asing masih masuk ke pasar keuangan domestik. Apalagi, pasca Standard and Poor's (S&P) menaikkan peringkat surat utang Indonesia. Sayangnya, capital inflow tersebut belum terefleksikan pada nilai tukar rupiah saat ini. Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo mengatakan, capital inflow sejak 1 Januari hingga 11 Juni lalu tercatat Rp 121 triliun. Jumlah itu hampir dua kali lipat dibanding periode yang sama pada tahun lalu yang sebesar Rp 70 triliun. Meski demikian, berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), nilai tukar rupiah masih berada di kisaran Rp 13.300 per dollar Amerika Serikat (AS) di bulan Mei. Kurs rupiah sempat menguat di tanggal 5-6 Juni 2017 ke level Rp 13.280 per dollar AS. Namun melemah lagi ke level Rp 13.300 di tanggal 7-8 Juni 2017. Periode 9-19 Juni 2017, kurs rupiah baru kembali menguat, tetapi hanya ke level Rp 13.280-Rp 13.290 per dollar AS. Menurut Agus, hal itu disebabkan karena dua hal. Pertama, karena adanya permintaan impor yang cukup besar sejalan dengan persiapan hari raya. Kedua, karena adanya kewajiban pembayaran dividen dan bunga utang ke luar negeri. "Kami tahu kalau di kuartal kedua setiap tahun tekanan rupiah itu cukup besar," kata Agus saat ditemui di Kantor Kementerian Keuangan (Kemkeu), Senin (19/6). Meski demikian, ia menilai bahwa kurs rupiah saat ini masih mencerminkan kondisi pasar. "Secara umum (kurs rupiah) mencerminkan harga dari pada fundamental kita," tambah dia. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Banyak inflow, rupiah belum menguat signifikan
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) mencatat arus modal asing masih masuk ke pasar keuangan domestik. Apalagi, pasca Standard and Poor's (S&P) menaikkan peringkat surat utang Indonesia. Sayangnya, capital inflow tersebut belum terefleksikan pada nilai tukar rupiah saat ini. Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo mengatakan, capital inflow sejak 1 Januari hingga 11 Juni lalu tercatat Rp 121 triliun. Jumlah itu hampir dua kali lipat dibanding periode yang sama pada tahun lalu yang sebesar Rp 70 triliun. Meski demikian, berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), nilai tukar rupiah masih berada di kisaran Rp 13.300 per dollar Amerika Serikat (AS) di bulan Mei. Kurs rupiah sempat menguat di tanggal 5-6 Juni 2017 ke level Rp 13.280 per dollar AS. Namun melemah lagi ke level Rp 13.300 di tanggal 7-8 Juni 2017. Periode 9-19 Juni 2017, kurs rupiah baru kembali menguat, tetapi hanya ke level Rp 13.280-Rp 13.290 per dollar AS. Menurut Agus, hal itu disebabkan karena dua hal. Pertama, karena adanya permintaan impor yang cukup besar sejalan dengan persiapan hari raya. Kedua, karena adanya kewajiban pembayaran dividen dan bunga utang ke luar negeri. "Kami tahu kalau di kuartal kedua setiap tahun tekanan rupiah itu cukup besar," kata Agus saat ditemui di Kantor Kementerian Keuangan (Kemkeu), Senin (19/6). Meski demikian, ia menilai bahwa kurs rupiah saat ini masih mencerminkan kondisi pasar. "Secara umum (kurs rupiah) mencerminkan harga dari pada fundamental kita," tambah dia. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News