Banyak kawasan yang punya 4 mal di radius 4 km



JAKARTA. Sudah menjadi hal lumrah di Jakarta, pusat-pusat belanja tersebar merata di seluruh wilayah. Dalam satu kawasan terdapat tiga hingga empat pusat belanja menjadi hal yang biasa.

Sebut saja kawasan Senayan, di sini terdapat FX PLaza, Senayan Trade Center, Plaza Senayan, dan Senayan City. Sementara di kawasan Kebon Kacang terdapat Plaza Indonesia, Grand Indonesia, dan Thamrin City. Belum lagi di wilayah-wilayah lainnya seperti koridor Satrio, Jakarta Selatan, yang memang dirancang khusus sebagai International Tourism and Shopping Belt, sudah berdiri kokoh Lotte Shopping Avenue, Mal Ambassador, ITC Kuningan, Kuningan City, dan Kota Kasablanka. Akan tetapi, menjadi hal istimewa jika hal yang sama terjadi di daerah. Di Balikpapan, Kalimantan Timur, dalam satu ruas jalan yakni Jl Jend Sudirman, terdapat tiga pusat belanja skala besar. Ketiga pusat belanja tersebut adalah The Balcony (dahulu Pasar Baru Square), The Plaza Balikpapan, dan E-walk Balikpapan Superblock. Bahkan, pusat belanja tersebut bakal bertambah jumlahnya saat Pentacity Mall, dan The Plaza Balikpapan baru rampung konstruksinya tahun ini hingga 2016 mendatang. Fenomena apa yang terjadi? Menurut Ketua Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Handaka Santosa, kebutuhan ruang ritel sangat tinggi, seiring dengan ekspansi bisnis para peritel, terutama peritel kelas menengah atas. "Inflasi tidak mengganggu daya beli kalangan kelas menengah atas. Terlebih penghasilan meningkat sebagai dampak pertumbuhan ekonomi. Mereka akan terus membelanjakan uangnya untuk memenuhi kebutuhan, bukan sekadar kebutuhan pokok, melainkan juga gaya hidup," ujar Handaka. Menggeliatnya sektor ritel daerah terutama di Kaltim, tambah Handaka, tak lepas dari kebutuhan yang tinggi dari para peritel. Namun, kebutuhan tersebut tidak terakomodasi lantaran pasokan terbatas. Kebutuhan ini terutama berasal dari peritel segmen kelas menengah. Mereka menyasar pasar kelas yang sama dengan daya beli tinggi. "Ada banyak peritel dari grup-grup menengah dan besar yang menyampaikan keluhan, bahwa mereka sulit mendapatkan space untuk ekspansi. Kalau pun ada ruang, mereka harus rela antri dalam waiting list pusat belanja yang diincar. Akibatnya, target penjualan pun tertahan," kata Handaka. Selain itu, kondisi sosioekonomi kawasan tersebut memungkinkan untuk bertumbuhnya pusat belanja. Menurut Handaka, di Kaltim banyak beroperasi perusahaan skala multinasional dan nasional baik di sektor pertambangan, jasa, maupun perdagangan. Mereka tentu saja mempekerjakan karyawan dengan renumerasi tinggi dan potensi konsumsi tak kalah tinggi. Hal tersebut diamini Presiden Direktur PT Metropolitan Land Tbk, pengembang empat pusat belanja di Bekasi dan Cileungsi, Nanda Widya. Menurutnya, maju dan modernnya sebuah kawasan adalah yang lengkap secara ekologis. "Kawasan mandiri harus memiliki fasilitas yang lengkap, termasuk pusat belanja, di samping fasilitas pendidikan, kesehatan, olahraga dan rumah ibadah. Apalagi semakin besar jumlah populasi sebuah kawasan, maka akan semakin tinggi pula kebutuhan pusat belanja. Ketimbang harus keluar kawasan yang hanya akan merelokasi kemacetan, membangun pusat belanja di dalam kawasan," terang Nanda, Rabu (20/8) seperti dikutip dari Kompas.com. Untuk diketahui, di Jalur Transyogie yang menghubungkan kawasan Cibubur (Jakarta Timur) dan Cileungsi (Kabupaten Bogor) dengan bentang lebih kurang 4 kilometer terdapat empat pusat belanja. Masing-masing Cibubur Junction, Plaza Cibubur 1 dan 2, Mal Ciputra Cibubur dan Cibubur City Center. Terbaru yang baru dimulai konstruksinya adalah Mal Metropolitan. Yang menjadi pertanyaan adalah seberapa besar dan luas pangsa pasar pusat belanja? Center Director Mitra Gemilang Mahacipta, Ihya Nasution, pasar pusat belanja berasal dari penghuni-penghuni kompleks perumahan di sekitar lokasi proyek. Jadi, meskipun tahun ini pasar properti mengalami perlambatan, namun ketika kebutuhan dari pasar ini sangat tinggi, maka pengembang terpacu untuk membangun pusat belanja dan mengoperasikannya sesegera mungkin. "Permintaan yang berasal dari kompleks-kompleks perumahan dalam satu kawasan dengan tingkat hunian tinggi memotivasi para pengembang untuk membangun fasilitas yang mengakomodasi kebutuhan gaya hidup. Ini yang terjadi di Balikpapan," ujarnya. Sama halnya dengan di Cibubur dan Cileungsi. Pasar besar terutama berasal dari sekitar 50 kompleks perumahan di dua kawasan ini. Dengan asumsi satu kompleks perumahan terdapat 5.000 rumah yang dihuni oleh empat orang, maka jumlah populasi keseluruhan bisa mencapai 1 juta jiwa. "Jumlah populasi ini yang akan menyerap pusat-pusat belanja yang dikembangkan di kawasan ini. Apakah akan terjadi kanibalisme? Belum tentu. Karena masing-masing pusat belanja punya segmen berbeda, karena kelas perumahan yang ada di dua kawasan ini pun berbeda. Ada yang menengah, menengah atas dan atas," imbuh Nanda. Jadi, pusat belanja akan terus tumbuh selama jumlah populasi juga tumbuh. Karena, seperti kata Associate Director Colliers International Indonesia, Ferry Salanto, pusat belanja sangat bergantung pada densitas populasi. "Selama pertumbuhan penduduk terjadi sangat signifikan, pusat belanja akan terus dikembangkan. Terlebih jika pertumbuhan ekonominya juga tumbuh positif," tandas Ferry. Saat ini, jumlah pusat belanja di Indonesia mencapai 275 buah. Jumlah ini akan bertambah menjadi 290 pusat belanja saat 15 pusat belanja baru, beroperasi serempak tahun 2014. (Hilda B Alexander)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Hendra Gunawan