Banyak kendala, petani tebu minta dukungan DPR



JAKARTA. Petani tebu yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (Aptri) minta dukungan Dewan Perwakilan Rakyat dengan tujuan memberi perlindungan dan penegakan hukum yang tegas.

"Tadi kita sampaikan pada DPR agar memberi dukungan politik agar suara petani diangkat dan lahir regulasi yang memberi perlindungan petani dan diikuti penegakan hukum tegas," kata Ketua Aptri Arum Sabil di kompleks gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Rabu.

Dukungan politik tersebut, kata Arum, dibutuhkan oleh petani tebu karena ada beberapa permasalahan mendasar yang masih harus dihadapi para penggarap lahan tersebut. Di antaranya ketersediaan pupuk, kredit pertanian, tata niaga gula, masalah impor dan penegakan hukum.


Dia mencontohkan tentang distribusi pupuk bersubsidi yang termaktub dalam Perentan Nomor 60 Tahun 2015 dan Permentan Nomor 130 Tahun 2014 Tentang Kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian.

Dalam Permentan Nomor 130 tersebut, lanjut Arum, petani pangan termasuk petani tebu dibatasi mendapatkan pupuk bersubsidi yaitu hanya dua hektar, namun dalam Permentan Nomor 60 itu petani pangan tidak dibatasi untuk dapat pupuk bersubsidi.

"Namun ini kan tidak diumumkan, belum disosialisasikan jadi gak semua tahu ini kabar gembira. Makannya kita minta DPR beri dukungan politik agar ini ditegaskan bahwa petani tebu juga adalah petani pangan yang tidak dibatasi penggunaan pupuk bersubsidinya," ujar dia.

Dalam kredit pertanian, pihak Aptri setuju untuk diadakannya Kredit Usaha Rakyat, namun menghendaki ada skema khusus bagi petani tebu agar lebih mudah mendapatkan kredit dengan sistem jaminan berupa usaha pertaniannya atau pabriknya.

"Jadi sistemnya kami harap dipermudah yaitu tanpa sertifikat tanah namun avalis yaitu pabrik gula atau usahanya. Bagi perbankan itu sendiri gak ribet, bahkan dalam sejarahnya petani tebu itu tidak pernah ngemplang," ujarnya.

Selanjutnya Aptri, menginginkan ada pengelolaan tata niaga gula impor, agar pengadaan kuota impor akan berdasarkan kuota kebutuhan dalam negeri dan bukannya berdasarkan kapasitas terpasang pabrik gula.

Selain itu, Aptri meminta penegakan hukum yang berefek jera untuk benar-benar dilakukan dan sinergi pemangku kepentingan terkait, bersama petani bisa diwujudkan.

"Sehingga regulasi yang lahir terkait tata niaga gula ini tidak akan kontroversial," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan