Banyak Negara Dihantui Krisis Utang, Ini Saran Ekonom untuk Indonesia



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Risiko utang perlu diwaspadai karena memiliki dampak besar bagi perekonomian suatu negara. Untuk Indonesia, total utang utang luar negeri (ULN) Indonesia  dari periode Januari 2008 yang sebesar US$ 144 miliar hingga Juni 2022 yang sebesar US$ 403 miliar, naik 2,8 kali lipat. Kenaikan utang ini dipicu oleh ULN pemerintah dan ULN swasta yang juga trennya sama-sama naik.

"Memang ada kondisi di mana utang swasta itu kenaikkan jauh lebih tinggi dari utang pemerintah itu, ketika 2013 hingga 2015 itu. Dulu memang isu mengenai bagaimana menangani utang swasta itu juga sangat dibahas saat itu," ujar Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto dalam Taxation and Sustainable Finance Working Group Webinar, Kamis (9/7).

Oleh karena itu, Eko menyarankan pemerintah untuk melakukan berbagai mitigasi ULN yang kecenderungannya terus meningkat dalam tren tahunan.


Baca Juga: Likuiditas Valas Perbankan Makin Ketat

"Ya memang perlu dikendalikan, karena tidak bagus juga kalau solusinya selalu utang dan utang lagi," katanya.

Pertama, menurut Eko, pengendalian utang luar negeri diperlukan agar senantiasa terjaga pada level yang aman. Kedua, indikator rasio utang terhadap ekspor perlu diperhatikan karena hal ini menunjukkan kemampuan memanfaatkan utang secara produktif.

"Ini kalau bisa jadi indikator yang istilahnya ada aturan yang melihat lebih jauh ke arah itu sebenarnya menurut saya cukup bagus ya untuk bisa mengendalikan dan juga sekaligus mendorong produktivitas di dalam. Jadi kalau enggak bisa ekspor kencang yang sifatnya produk hilir misalnya, ya jangan terlalu agresif di dalam meningkatkan utang luar negeri," katanya.

Ketiga, cadangan devisa perlu ditingkatkan untuk dapat mengimbangi jumlah ULN, baik ULN pemerintah maupun swasta. Menurutnya, ketika cadangan devisa itu tidak mampu mengimbangi jumlah total utang, tetap saja para analis atau ekonom di negara lain akan melihat Indonesia terkategori rentan.

"Ini yang mungkin menjawab kenapa eksekutif di global tadi menilai di 2022 kayaknya cadangan devisa Indonesia enggak mampu mengcover semuanya sehingga dinilai krisis utang itu menjadi bagian dari penilaian mereka terhadap risiko yang paling dihadapi Indonesia beberapa tahun ke depan," jelas Eko.

Baca Juga: BI: Jaga Cadangan Devisa Demi Stabilitas Rupiah

Terakhir, stabilitas nilai tukar Rupiah perlu dijaga untuk meredam risiko ULN. Eko menyebut, apabila stabilitas nilai tukar Rupiah tidak bisa dijaga maka konteks ULN ini akan sering muncul karena ketika uang tersebut dikembalikan maka harus dikonversi ke mata uang negara yang bersangkutan, dolar AS misalnya.

Sehingga ketika rupiah kalah dengan dolar ujung-ujungnya ULN akan semakin meningkat atau pengembalian utangnya akan berisiko meningkat. Eko bilang, kondisi ini pernah dialami Indonesia pada tahun 1998, sehingga indikator-indikator kenaikan tersebut harus diwaspadai pemerintah Indonesia untuk mengambil tindakan yang perlu dilakukan ke depannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi