Banyak PHK, Pemerintah Diminta Hati-Hati Putuskan Kenaikan Tarif PPN 12%



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah diminta untuk lebih berhati-hati dalam memutuskan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% yang dijadwalkan akan berlaku pada tahun 2025.

Guru Besar Ilmu Hukum Politik dan Pajak Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Edi Slamet Irianto menyatakan bahwa meskipun kenaikan tarif PPN menjadi 12% telah diatur dalam undang-undang, kebijakan ini sebaiknya dievaluasi dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat yang saat ini masih menghadapi tantangan berat.

Baca Juga: Sisa Dua Bulan! Prabowo Belum Putuskan Kenaikan Tarif PPN 12%


Menurut Edi, salah satu masalah utama yang dihadapi masyarakat adalah penurunan daya beli, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti tingginya angka pemutusan hubungan kerja (PHK) dan penutupan banyak lapangan pekerjaan.

"Coba kita turun langsung ke masyarakat, dengarkan mereka. Pada umumnya mereka berkeluh kesah karena daya beli menurun, banyaknya PHK, dan lapangan pekerjaan yang ditutup, sehingga akses mereka terhadap kebutuhan ekonomi menjadi berkurang," ungkap Edi dalam acara Arah Kebijakan Perpajakan di Era Pemerintahan Kabinet Merah Putih, Selasa (12/11).

Edi juga mengungkapkan bahwa dalam kampanye sebelumnya, ia sempat mengusulkan penurunan tarif PPN menjadi 10% sebagai langkah yang lebih realistis untuk menjaga daya beli masyarakat.

"Saya pernah menyarankan kemungkinan menurunkan PPN menjadi 10%. Mengapa? Karena kita perlu mempertimbangkan daya beli ekonomi masyarakat," katanya.

Menurutnya, tarif PPN sebesar 12% bisa dipertimbangkan ketika pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai level 7%.

Baca Juga: Wakil Ketua MPR Minta Prabowo Tunda Kenaikan Tarif PPN 12% pada 2025

"Ketika pertumbuhan ekonomi sudah mencapai 7%, mungkin kenaikan PPN menjadi 12% bisa dilakukan. Jika pertumbuhan ekonomi mencapai 8%, tarifnya mungkin dapat dinaikkan lagi," jelas Edi.

Di sisi lain, Edi juga menekankan pentingnya kebijakan pajak yang tidak memberatkan masyarakat secara langsung, terutama bagi mereka yang tengah berjuang mempertahankan penghasilan di tengah ketidakpastian ekonomi.

"Oleh karena itu, kebijakan terkait pajak penghasilan, tata cara, dan prosedur lainnya perlu disederhanakan agar masyarakat bisa lebih fokus dalam mencari penghasilan," tutup Edi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto