KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar minuman beralkohol di Indonesia cukup menantang sepanjang tahun 2024 berjalan seiring banyaknya tantangan yang dihadapi pelaku usaha di sektor ini. Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Importir dan Distributor Minuman Indonesia (APIDMI) Ipung Nimpuno mengatakan, secara umum penjualan minuman beralkohol di Indonesia mengalami perlambatan. Tren serupa terjadi pada miniman beralkohol impor golongan B dan C seperti sejenis Wine dan Whisky. Salah satu penyebab lesunya permintaan minuman beralkohol adalah kenaikan tarif cukai untuk produk tersebut pada awal 2024 melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 160/2023 tentang Tarif Cukai Etil Alkohol.
Baca Juga: Penjualan Minuman Alkohol Impor dan Lokal Limbung, Kinerja Emiten Ikut Terseret Turun Sebagai contoh, minuman beralkohol Golongan A dengan kadar alkohol 5% mengalami kenaikan tarif cukai dari Rp 15.000 per liter menjadi Rp 16.500 per liter. Tarif cukai ini berlaku untuk produk lokal maupun impor. "Minuman beralkohol impor pasti terdampak oleh kenaikan tarif cukai yang bisa mencapai 20%--25%," kata Ipung, Rabu (25/9). Selain itu, momen Pemilu 2024 lalu juga sempat membuat para pelaku usaha minuman beralkohol menahan diri untuk meningkatkan produksi atau mendatangkan produk impor. Begitu Pemilu selesai, tantangan lain yakni ketidakstabilan kondisi ekonomi nasional. Hal ini ditandai oleh menurunnya daya beli masyarakat kelas menengah, sehingga tentu bisa berdampak pada bisnis miniuman beralkohol yang notabene bukan produk primer. Meski minuman beralkohol impor berharga lebih premium, APIDMI tetap khawatir dengan tren pelemahan daya beli kelas menengah. "Artinya kami hanya bisa menyasar ke masyarakat kelas atas, karena pasar untuk kelas menengah semakin mengerut," ungkap Ipung.
Baca Juga: Penyelidikan Cognac China Berkaitan dengan Tarif Mobil Listrik Uni Eropa Dia menambahkan, penjualan minuman beralkohol selama tahun 2024 berjalan hanya tumbuh positif di daerah-daerah yang terkenal sebagai destinasi wisata, misalnya Bali. Potensi perbaikan kinerja industri minuman beralkohol sebenarnya tetap terbuka seiring adanya momentum libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) nanti. Namun, kenaikan penjualan produk tersebut kemungkinan relatif terbatas. Pasalnya, para pelaku usaha juga cenderung wait and see menanti kebijakan pemerintahan baru untuk industri minuman beralkohol. Kondisi seperti ini membuat para produsen dan importir menahan diri untuk berekspansi ataupun memperkenalkan produk minuman beralkohol baru kepada para konsumen. "Kami juga mewaspadai potensi kenaikan PPN jadi 12% pada tahun depan," imbuh dia. Salah satu emiten minuman beralkohol, PT Delta Djakarta Tbk (DLTA), mengalami penurunan kinerja keuangan. Penjualan bersih DLTA merosot 12,50% yoy menjadi Rp 316,29 miliar per semester I-2024. Adapun laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk DLTA anjlok 31,58% yoy menjadi Rp 73,24 miliar.
Baca Juga: Polemik Penambahan Produk Kena Cukai Seperti Tisu, MSG, Tiket Konser dan Deterjen Direktur Delta Djakarta Ronny Titiheruw mengaku, permintaan minuman beralkohol di pasar retail menurun seiring daya beli masyarakat yang sedang lesu. "Tidak ada insentif untuk konsumen agar daya belinya membaik," ujarnya, Rabu (25/9). Meski tidak dijelaskan secara rinci, DLTA meyakini ada potensi perbaikan kinerja penjualan pada November dan Desember nanti sejalan dengan adanya libur Nataru. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli