Kendati hasilnya lumayan menjanjikan, ternyata tidak semua warga Mandeh, Pesisir Selatan, Sumatra Barat tertarik membudidayakan ikan kerapu. Umumnya, mereka yang tidak menekuni usaha ini terkendala permodalan. Maklumlah, butuh modal besar buat biaya perawatan ikan kerapu. Padahal, bila semua warga di Mandeh menekuni usaha ini, hasil budidaya pasti tetap diserap pasar. Khoirul Alam, pembudidaya kerapu di Mandeh bilang, petani kerapu sudah tak perlu khawatir dengan pasar. Pasar sudah dijamin ada karena pembeli dari Hongkong, Cina, Taiwan, dan Jepang. selalu siap menampung. Rata-rata pembudidaya di Mandeh mampu menghasilkan kerapu maksimal 1 ton.
Khoirul sendiri mampu menghasilkan kerapu sebanyak 400 kilogram (kg)-500 kg sekali panen. Sedangkan untuk ekspor, volumenya dibatasi minimal 15 ton. "Jadi ada kalanya kurang kuota ikan karena panen ikan di Mandeh kurang banyak. Makanya saya sering ajak orang-orang untuk budidaya ikan kerapu," kata dia. Khoirul bilang, Hong Kong menjadi pasar utama ekspor kerapu. Setiap tiga bulan sekali, kapal dari Hongkong datang ke perairan Mandeh untuk mengambil langsung ikan kerapu yang masih hidup. Pembeli dari Hong Kong dan lebih suka membeli langsung dari keramba karena lebih segar. Biasanya yang paling diminati kerapu macan dengan ukuran 500-1.200 gram. Sekali datang, kapal dari Hong Kong atau Taiwan itu bisa mengangkut 15 ton-20 ton. Mereka mau datang jika sudah pasti kalau kapalnya terisi penuh minimal 15 ton. Menurut Khoirul, banyak warga belum tertarik membudidayakan kerapu karena biaya perawatannya mahal. Bayangkan saja, bibit kerapu saja harganya Rp 25.000 per ekor untuk ukuran 4 sentimeter (cm). Belum lagi pakan ikan kerapu berupa rucah yang juga memakan biaya tidak sedikit. Sehingga banyak warga Mandeh yang masih pikir-pikir jika ingin fokus memelihara kerapu karena butuh investasi yang besar.
Selain itu, yang membuat petani kerapu was-was adalah masalah perizinan kapal asing yang membingungkan. Banyak pembudidaya sekarang resah kapal dari Hong Kong tidak bisa masuk ke Mandeh karena ada kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang melarang kapal asing masuk. "Saya petani tidak tahu apa-apa tentang kebijakan menteri. Kapal asing yang tidak boleh masuk itu kapal penangkap ikan atau kapal pengangkut ikan? Karena dari Hong Kong itu mereka hanya angkut saja dan mereka tidak suka beli ikan sudah mati," kata Yohannes. Untungnya selama isu ini bergulir, kapal dari Hong Kong tetap rutin masuk dan ikan di tempatnya selalu habis terjual. Memang sempat, kata Yohannes, saat awal-awal kebijakan ini muncul, kapal asing dari Hong Kong dan Taiwan tidak berani masuk ke perairan Mandeh dan hanya menunggu di Teluk Bayur. Jadi, petani dan pembeli janjian di Teluk Bayur karena kapal asing hanya diberi izin Dinas KKP masuk sampai sana saja. (Selesai) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Hendra Gunawan