KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) menilai, Indonesia Corruption Watch (ICW) tidak memahami secara menyeluruh permasalahan yang terjadi terkait lelang gula rafinasi. Sebelumnya, ICW mengatakan bahwa pihaknya akan melaporkan kasus lelang gula rafinasi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pelaporan ini didasarkan atas hasil analisis ICW yang menunjukkan bahwa penyelenggaraan pasar lelang ini tidak sesuai dengan kewenangan yang ada dan berpotensi merugikan negara. Kepala Bappebti Bachrul Chairi menjelaskan, tidak adanya lelang justru bisa lebih merugikan negara dan petani. Pasalnya, saat ini gula rafinasi yang merembes ke pasar bisa mencapai 500.000 hingga 1 juta ton.
"Inilah kerugian negara akibat kebocoran tersebut. Bila merembes 500.000 ton, uang gelap itu bisa mencapai Rp 5 triliun. Sementara, setiap 1 kg GKR yang masuk pasar, petani akan merugi sekitar Rp 1.000. Itu kerugian sosialnya," terang Bachrul. ICW pun mempersoalkan tentang ketidakjelasan biaya transaksi dalam lelang gula ini. Bachrul menerangkan, nantinya akan ada SK yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan terkait biaya transaksi ini. Industri yang turut mengikuti lelang akan dikenakan Rp 85 per kg, sementara industri yang menolak mengikuti lelang akan dikenakan Rp 100 per kg. Namun, untuk saat ini belum dikenakan biaya apapun karena masih dalam proses uji coba lelang. "Sekarang masih bebas biaya, belum ditarik biaya karena masih uji coba. Nanti kalau sudah berjalan SKnya akan dikeluarkan," ujar Bachrul. Biaya tersebut pun akan digunakan untuk mencetak barcode dan QR code terhadap 70 juta karung gula rafinasi, untuk membiayai Sucofindo yang mengatur seluruh gula yang dilelang, biaya penjaminan kliring hingga pengawasan dan evaluasi. Menurut Bachrul, banyak industri yang tidak bersedia mengikuti lelang gula rafinasi ini karena tidak mau ketahuan membocorkan gula rafinasi ke pasar. Bachrul bilang, lewat uji coba lelang ini pihaknya sudah mengetahui kecurangan-kecurangan yang dilakukan industri. Dalam surat edaran Bappebti No 42/2018, Bappebti meminta supaya industri yang mengikuti lelang memuat informasi yakni nama, alamat, kapasitas produksi, alamat gudang, volume dan harga, serta berbagai informasi lainnya. Bachrul juga mengatakan, adanya informasi ini bertujuan untuk menghitung secara pasti berapa banyak kebutuhan gula oleh industri. Dari lelang ini pula lah Bappebti menemukan indikasi terjadinya kontrak pembelian Gula Kristal Rafinasi (GKR) yang berlebih dibandingkan kebutuhan. Lebih lanjut Bachrul menjelaskan, terdapat beberapa modus kecurangan yang dilakukan industri. Misalnya saja pada kasus di industri makanan dan minuman yang justru mengontrol gula rafinasi. Sebagai contoh, perusahaan tersebut membutuhkan gula 3.000 ton, namun dia mengajukan kontrak pembelian gula kepada 3 - 4 produsen gula, nantinya gula yang berlebih tersebut akan dijual kembali. Lalu, adapula yang mengajukan impor gula rafinasi menggunakan kontrak yang kadaluarsa atau pengajuan impor 2018 dengan kontrak tahun 2019 dan 2020. "Kami sudah mendapatkan jawaban, sudah terbukti melalui lelang ini siapa yang melakukan kecurangan. Nanti kalau sudah selesai dihitung semuanya, akan kami laporkan kepada Satgas," tandas Bachrul. Bachrul menambahkan, industri diduga melakukan oligopsoni di mana pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan/atau jasa dalam suatu pasar komoditas.
Sementara itu, menanggapi analisis ICW yang mengatakan bahwa penunjukan penyelenggara lelang tidak jelas, dia menjelaskan Bappebti telah melakukan sesuai peraturan yang ada. Perpres No. 4/2015 yang mensyaratkan bahwa pengadaan barang dan jasa pemerintah haruslah memiliki keahlian, pengalaman, dan kemampuan teknis. Menurutnya, dari 18 izin usaha pelelangan yang ada, tidak ada spesifikasi yang diinginkan. "Karena itu, syarat pengalaman tersebut diganti menjadi perusahaan tersebut bekerja sama dengan bursa dan kliring, dan garus bekerja sama dengan surveyor. Ini juga dilakukan dengan
beauty contest," ujar Bachrul. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie