KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri mata uang kripto atau cryptocurrency di Indonesia memasuki babak baru setelah Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditas (Bappebti) merilis Peraturan No. 5 Tahun 2019 tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset Kripto (Crypto Asset) di Bursa Berjangka. Namun, sejumlah pengelola bursa exchange mengaku masih mempelajari dengan teliti rincian mengenai aturan tersebut. Sebagai catatan, melalui aturan ini, perdagangan aset kripto harus memperhatikan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik, kepastian hukum, hingga perlindungan terhadap pelanggan.
Di samping itu, Bappebti juga mengatur pembentukan pasar fisik aset kripto yang dilaksanakan menggunakan sarana elektronik yang difasilitasi oleh bursa berjangka dan pedagang fisik aset kripto. Pasar ini hadir sebagai sarana pembentukan harga yang transparan, penyediaan sarana serah terima fisik, serta dipergunakan sebagai referensi harga di bursa berjangka. Aturan ini juga menguraikan berbagai syarat aset kripto yang dapat diperdagangkan. Contoh persyaratannya antara lain aset kripto harus berupa aset kripto utilitas atau aset kripto beragun aset. Aset kripto yang layak diperdagangkan juga mesti masuk dalam transaksi bursa aset kripto terbesar di dunia. Di dalam aturan terbaru ini juga dibahas sejumlah persyaratan yang mesti ditempuh oleh tiap pihak yang terlibat dalam perdagangan aset kripto. Mulai dari bursa berjangka, pedagang fisik aset kripto, sampai lembaga kliring berjangka. Tidak ketinggalan, aturan tersebut membahas tentang mekanisme perdagangan aset kripto. Mekanisme ini meliputi pembukaan rekening dan penyimpanan dana, transaksi aset kripto, serta penarikan aset kripto dan penarikan dana. CEO & Co-Founder Rekeningku.com Sumardi mengaku, pihaknya belum membahas soal rincian pemahaman soal aturan baru tersebut dengan Bappebti. Dalam hal ini, masih ada sejumlah detail dalam aturan tersebut yang perlu diperdalam definisinya. Ia juga merasa keberatan dengan nilai modal minimum yang harus disetor oleh pedagang fisik aset kripto. Dalam pasal 24 ayat 3 disebut, pendaftaran calon pedagang fisik aset kripto wajib memenuhi syarat yakni memiliki modal disetor minimal sebesar Rp 100 miliar dan mempertahankan saldo modal akhir paling sedikit Rp 80 miliar. Di sisi lain, di pasal 8 ayat 1, pedagang fisik aset kripto yang hendak memperoleh persetujuan untuk memfasilitasi transaksi pelanggan aset kripto di pasar fisik aset kripto harus memiliki modal disetor minimal Rp 1 triliun. Adapun saldo modal akhir yang harus dipertahankan minimal sebesar Rp 800 miliar. Karena fasilitator hanya berfungsi sebagai perantara, menurut Sumardi modal yang disetor harusnya lebih rendah dari ketentuan di peraturan tersebut. “Namun, supaya tidak salah pemahaman, kami perlu bahas dulu dengan Bappebti,” ujarnya, Selasa (12/2).
Kontan mencoba menghubungi Ketua Bappebti, Indrasari Wisnu Wardhana. Namun, hingga kini belum mendapat respons. Sumardi bilang, aturan terbaru ini sebenarnya masih bisa direvisi mengingat levelnya baru sebatas aturan dari Bappebti. Sementara itu, CEO NusaX Haidar Abdillah mengaku belum membaca secara detail peraturan No. 5 Tahun 2019 tersebut. “Saya baru tahu soal Permendag RI No.99/2018. Kalau yang peraturan sekarang saya baca-baca dulu,” katanya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto