KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengkaji kualitas belanja pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi, penurunan kemiskinan dan kesenjangan di Indonesia. Salah satu hasilnya menunjukkan, kebijakan alokasi anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN belum optimal dan belum memenuhi kategori belanja yang berkualitas. Berdasarkan kajian, Menteri PPN/Bappenas Bambang Brodjonegoro menyebut, belum maksimalnya alokasi anggaran pada sektor pendidikan tersebut terlihat dari angka elastisitas antara besaran belanja terhadap pertumbuhan ekonomi sektoral. Periode 2013-2017, elastisitas belanja kementerian dan lembaga (K/L) di sektor pendidikan baru 0,39.
Baca Juga: Belanja pemerintah belum berdampak optimal pada pertumbuhan ekonomi Tambah lagi, dari sisi kualitas, alokasi belanja pendidikan juga terbilang mengecewakan. Ini terlihat dari capaian skor PISA Indonesia yang hanya berada di posisi ranking 63 dari 71 negara pada tahun 2015. Ini menunjukkan kemampuan matematika, membaca, dan sains para pelajar Indonesia masih tertinggal jauh dari negara-negara tetangga maupun rata-rata OECD. “Ini karena selama ini belanja pendidikan kita hanya menyasar angka partisipasi kasar di tingkat SD, SMP, dan SMA, bukan menyasar pada kualitas,” kata Bambang, Senin (12/8).
Baca Juga: ICOR Indonesia masih tinggi, Menkeu: Kualitas pendidikan dan birokrasi jadi penyebab Bappenas sebelumnya mengungkapkan, dengan laju seperti ini, Indonesia diperkirakan baru bisa mengejar skor PISA rata-rata OECD pada tahun 2065. Bambang mengatakan, ke depan, alokasi belanja pendidikan sebesar 20% dari APBN masih harus tetap dipertahankan. Toh, rasio belanja pendidikan Indonesia terhadap PDB cuma 3,58%, jauh lebih rendah dari Australia 5,32% atau Malaysia 4,97% (2015). Hanya saja Bambang menekankan, pengalokasian belanja pendidikan sebagai prioritas implementasinya harus merata di semua level, baik pusat, provinsi, hingga kabupaten dan kota. “Sudahkah dana pendidikan memenuhi 20% dari APBD? Apakah sudah diterjemahkan dengan benar oleh daerah? Kadang kita bias dan melempar semua masalah ke pusat, padahal belanja daerah juga bertanggung jawab,” tutur Bambang.
Baca Juga: Pemerintah targetkan dana abadi riset mencapai Rp 50 triliun lima tahun mendatang Selanjutnya, target
outcome belanja pendidikan ke depan jangan lagi hanya sebatas angka partisipasi kasar yang tinggi di tingkat SD, SMP, atau SMA. Bappenas merekomendasikan, anggaran pendidikan diarahkan pada peningkatan kualitas kurikulum, kualitas guru dan siswa, serta kualitas proses belajar-mengajar secara keseluruhan. “Jadi jangan terpaku pada belanja sarana fisik seperti tambah gedung atau alat, tapi menyentuh kurikulum juga sehingga bisa meningkatkan kualitas siswa maupun gurunya,” tandas Bambang.
Baca Juga: Aktualisasi dana riset belum nendang, Menkeu jelaskan alasannya Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Padjadjaran Yudi Aziz berpendapat, selama ini pemerintah hanya fokus mengadakan anggaran-anggaran belanja tanpa berfokus pada potensi keberlanjutan belanja tersebut. Padahal, banyak belanja yang sifatnya jangka panjang dan untuk itu perlu dikaji pemodelan anggaran berkualitas yang efektif untuk mencapai
outcome jangka panjang tersebut. “Pembangunan SDM, misalnya, tidak bisa hanya dalam setahun dilihat hasil dari belanjanya. Ukurannya adalah kompetensi yang mana perlu
sustainability dalam upaya peningkatannya,” kata Yudi. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati