Bappenas dorong pembangunan rendah karbon



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam rangka menyukseskan pembangunan rendah karbon di Indonesia Badan Perencanaan Nasional (Bappenas) menjalin kerja sama bersama mitra pembangunan. Kemitraan ini dilakukan dalam rangka perencanaan pembangunan rendah karbon (PPRK).

Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, kolaborasi yang dilakukan yakni antara Pemerintah Jerman, Inggris, Norwegia, Denmark dan Jepang. Bukan hanya itu, PPRK ini juga mendapat dukungan dari berbagai organisasi internasional, lembaga riset, dan sektor swasta.

Diantaranya International Institute for Applied Systems Analysis (IIASA), New Climate Economy, WRI Indonesia, Global Green Growth Institute (GGGI), World Agroforestry Centre, ESP3-DANIDA Environmental Support Programme, System Dynamics Bandung Bootcamp, dan Sarana Primadata.


Dia melanjutkan, kemitraan PPRK ini merupakan tindak lanjut dari Inisiatif PPRK Indonesia yang diluncurkan pada Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Perubahan Iklim (COP 23 UNFCcc) tahun 2017 di Bonn, Jerman.

Inisiatif tersebut berisi strategi dan pendekatan penyusunan kebijakan terkait pertumbuhan ekonomi, pengentasan kemiskinan, serta pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK). Berbasis sains dan ilmu pengetahuan, hasil kemitraan ini diharapkan dapat menjadi panduan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan, termasuk pembangunan rendah karbon.

"Pemerintah Indonesia berkomitmen mewujudkan pembangunan Indonesia yang berkelanjutan dan berkesinambungan. Hal ini akan diperkuat di RPJMN 2020-2024 yang berlandaskan pada kajian mendalam untuk mewujudkan keseimbangan antara target pembangunan ekonomi, penurunan tingkat kemiskinan, serta penurunan emisi GRK," Ujarnya di Gedung Bappenas, Rabu (8/8).

Dia menjelaskan, PPRK Indonesia berlandaskan pada Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), yaitu rangkaian analisis dan pemodelan sistematis, komprehensif, dan partisipatif yang mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan dalam kebijakan dan pelaksanaan pembangunan.

Untuk itu, KLHS dilakukan dengan pendekatan pemodelan dinamika sistem untuk mengevaluasi dampak kebijakan, rencana, dan program terhadap indikator sosial, ekonomi, dan lingkungan.

Di sisi lain, Kajian ini juga menangkap informasi spasial untuk menganalisis batas-batas biofisik perencanaan pembangunan. Hasil dari KLHS akan melahirkan skenario kebijakan lintas sektor guna mencari pilihan-pilihan kebijakan yang dapat mencapai target pembangunan, mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan, dan menjamin pelaksanaan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi secara berkesinambungan.

“KLHS ini juga akan dilengkapi dengan pemodelan investasi untuk menunjukkan angka kebutuhan dan kesenjangan dana pembangunan untuk sektor-sektor seperti energi, kehutanan, dan perikanan ehingga pemerintah dapat menggalakkan mobilisasi investasi pembiayaan pembangunan rendah karbon secara masif,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Agung Jatmiko