Bappenas menyebut Indonesia mengandalkan manufaktur untuk pertumbuhan ekonomi



KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Pembangunan sektor manufaktur menjadi salah satu fokus pemerintah dalam menggenjot pertumbuhan ekonomi dalam lima tahun ke depan. Harapannya, dengan menciptakan sektor manufaktur yang memiliki nilai tambah lebih tinggi dan kompetitif di antara negara-negara lainnya.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro mengatakan, tujuan utama pembangunan sektor manufaktur untuk lima tahun ke depan ialah meningkatkan partisipasi industri pada rantai nilai global (global value chain). Menurutnya, tanpa keterlibatan yang lebih besar pada rantai nilai tersebut, geliat industri manufaktur dalam negeri tak akan mampu meningkat.

"Untuk masuk dalam global value chain, kita bicara soal nilai tambah. Masalahnya, selama ini nilai tambah produk manufaktur kita masih sangat rendah," ujar Bambang, Jumat (8/2).


Selama ini, Bambang menambahkan, sektor manufaktur Indonesia juga terlalu berfokus menciptakan merek alias brand tersendiri untuk menembus rantai nilai global. Upaya tersebut menurutnya, menjadi sangat sulit lantaran daya saing Indonesia belum cukup memadai dalam berbagai aspek.

Oleh karena itu, Bappenas mendorong agar industri manufaktur membidik partisipasi pada rantai nilai global dalam bentuk yang lebih sederhana dan pada sektor yang sudah cukup dikuasai seperti otomotif dan alat elektronik di antaranya.

"Misalnya otomotif, kita tidak perlu muluk-muluk memproduksi produk finalnya dan seluruh materialnya. Cukup kita targetkan beberapa komponen tertentu dari kendaraan yang bisa diproduksi dengan nilai tambah lebih tinggi, sehingga nantinya komponen tersebut bisa selalu ada dalam rantai nilai produk tersebut secara global," tutur Bambang mencontohkan.

Berdasarkan kolaborasi penelitian Bappenas dan Asian Development Bank (ADB), Bambang mengatakan, selama ini Indonesia gagal menciptakan nilai tambah dari sumber daya alam yang melimpah. Alhasil, penerimaan devisa yang dicapai tak menyentuh potensi maksimalnya.

"Kita dengan mudah dipuaskan hanya mengekspor bahan mentah dari SDA kita. Makanya sekarang kita harus meningkatkan nilai tambah produk manufaktur untuk bisa berpartisipasi dalam global value chain. Produk kita bisa terintegrasi dengan supply-chain secara global," Bambang.

Sulawesi, kata Bambang, dapat menjadi contoh awal bagaimana peningkatan nilai tambah terhadap SDA berdampak pada pertumbuhan ekonomi wilayah. Diberkahi dengan nikel, Sulawesi menjadi salah satu pulau dengan smelter sehingga proses hilirisasi tambang terjadi.

Tambah lagi, saat ini terdapat komplek industri Morowali di Sulawesi Tengah yang diharapkan dapat menjadi sumber diversifikasi dan peningkatan rantai nilai produk manufaktur Indonesia ke depan. Melalui pembangunan komplek industri ini, produk domestik regional bruto (PDRB) Sulawesi Tengah diproyeksi bisa mencapai Rp 190,2 triliun pada 2022 mendatang dengan potensi lapangan pekerjaan mencapai 32.500 - 35.000 orang.

Kepala Divisi Industri Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Achmad Wijaya menilai, pemerintah sebaiknya tak serta merta menggeser fokus pembangunan pada sektor hilir saja dan mengabaikan sektor hulu yang selama ini menjadi basis pertumbuhan ekonomi.

Oleh karena itu, ia mendukung agar pemerintah menggenjot pembangunan pabrik manufaktur yang terkait dengan proses pengolahan sumber daya alam. "Pemerintah perlu tetap maintain sektor upstream. Masak, selama ini saja kita baru punya sekitar lima pabrik petrokimia?" tandas Achmad.

Senada, Kepala Ekonom Bank Mandiri Anton Gunawan mendorong agar pemerintah memprioritaskan peningkatan nilai tambah pada SDA, sambil di saat yang sama mendiversifikasi industri manufaktur.

"Manufaktur memang harus dikembangkan, tapi basisnya adalah SDA yang selama ini sudah kita miliki. Misalnya kobalt, bahan baku baterai yang selama ini masih belum dikembangkan padahal potensinya untu sumber listrik murah sangat besar," ujar Anton.

Lantas, ketimbang mengejar apa yang jauh dari jangkauan, lebih baik memanfaatkan apa yang telah digenggam. Meningkatkan nilai tambah produk manufaktur, dimulai dari sumber daya alam dan industri yang selama ini telah Indonesia cukup kuasai.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Azis Husaini